HOLOPIS.COM, JAKARTA – Calon wakil Presiden nomor urut 03, Mahfud MD mengatakan bahwa dirinya sangat setuju jika ada upaya untuk melakukan audit forensik digital terhadap sistem informasi rekapitulasi (SIREKAP) milik KPU.

Hal ini disampaikan karena masyarakat banyak yang mencurigai adanya dugaan kecurangan yang terjadi akibat penggunaan sistem SIREKAP tersebut.

“Bukan hanya TPN ya, tapi masyarakat pada umumnya di seluruh Indonesia itu mempersoalkan, bahkan sudah ada yang mengusulkan tentang audit digital forensik terhadap SIREKAP itu,” kata Mahfud MD di Jakarta Pusat seperti dikutip Holopis.com pada hari Rabu (21/2).

Salah satu yang cukup menyita perhatian publik adalah adanya integrasi sistem yang membuat perubahan karena adanya salah input, namun berpengaruh bukan pada data yang diubah saja, akan tetapi juga mengubah data di TPS lain.

“Nah, itu sebabnya lalu menimbulkan kecurigaan. Oleh sebab itu perlu diadakan audit digital forensik terhadap SIREKAP dan sistem data server KPU-nya sekalian,” ujarnya.

Kemudian, Mahfud MD juga mengatakan bahwa audit digital forensik harus dilakukan oleh pihak yang independen. Tidak boleh dilakukan oleh lembaga dari pemerintah. Hal ini karena persoalan SIREKAP menjadi obyek yang dicurigai oleh masyarakat dan berkaitan langsung dengan integritas KPU sebagai penyelenggara pemilu.

“Menurut saya bukan lembaga yang berwenang yang mengaudit, karena ini soal politik dan kepercayaan publik. Harus lembaga independen, para ahli IT dari berbagai perguruan tinggi,” tutur Mahfud.

Mantan Menko Polhukam di Kabinet Indonesia Maju tersebut mengatakan bahwa salah satu kecurigaan publik adalah sistem SIREKAP yang digunakan secara resmi oleh KPU untuk menjadi alat bantu rekapitulasi suara berasal dari luar negeri, termasuk juga dengan cloud server yang bekerja sama dengan perusahaan asal China bernama Alibaba.

Sehingga menurut Mahfud, audit digital forensik ini perlu dilakukan oleh lembaga independen untuk memastikan bahwa kesalahan rekapitulasi suara yang membuat publik gaduh memang murni kesalahan sistem, bukan upaya sistemik untuk melakukan hal-hal yang melawan hukum dan demokrasi.

“Apa betul itu kontraknya dengan Alibaba, dengan sistem-sistem datanya lewat China, Singapura dan Prancis. Itu kan harus diaudit, karena itu yang menemukan orang lain, selama ini kan rahasia itu, baru dijelaskan itu,” tukasnya.

Jika memang sistem itu berasal dari luar negeri, termasuk cloud computing yang dilakukan dalam menjalankan sistem rekapitulasi suara tersebut menggunakan layanan dari Alibaba, ia pun mempersilakan KPU untuk menjelaskan semuanya kepada publik secara jujur dan transparan.