HOLOPIS.COM, JAKARTA – Sejumlah aset bernilai ekonomis yang diduga milik mantan Kepala Bea dan Cukai Makassar, Andhi Pramono disita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Aset yang disita lembaga anti korupsi diantaranya, satu mobil mewah merek Ford, hingga tujuh bidang tanah.
“Penyitaan ini dalam upaya tercapainya aset recovery dari proses penanganan perkara dengan data awal LHKPN yang tidak sesuai dengan profil kewajaran sebagai penyelenggara negara,” ucap Kepala bidang pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, seperti dikutip Holopis.com, Senin (12/2).
Aset tersebut disita karena diduga berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang diduga dilakukan Andhi Pramono. Penyitaan aset ini merupakan langkah nyata KPK dari proses penelusuran dan pelacakan yang dilakukan Tim Aset Tracing dari Direktorat Pelacakan Aset Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi KPK.
Berikut aset yang disita:
– Satu unit mobil merk Ford warna merah.
– Satu bidang tanah beserta bangunan diatasnya dengan luas 1015 M2 terletak di Kelurahan Pejaten Barat, Kecamatan pasar Minggu, Kota Jakarta Selatan.
– Satu bidang tanah beserta bangunan diatasnya dengan luas 415 M2 terletak di Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Cempaka Putih, Kota Jakarta Pusat.
– Satu bidang tanah beserta bangunan diatasnya dengan luas 98 M2 terletak di Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Cempaka Putih, Kota Jakarta Pusat.
– Satu bidang tanah dengan luas 2231 M2 terletak di Desa Sukawengi, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
– Satu bidang tanah dengan luas 5363 M2 yang masih terletak di Desa Sukawengi, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
– Satu bidang tanah beserta bangunan diatasnya dengan luas 318 M2 terletak di Desa Desa Nagrak, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
– Satu bidang tanah beserta bangunan dengan luas 108 M2 terletak di Desa Nagrak, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Selain TPPU, KPK juga menjerat Andhi Pramono lantaran diduga menerima gratifikasi sebesar Rp 28 miliar selama menjabat sebagai pegawai Bea Cukai. Fee itu diduga diterima atas jasa Andhi menjadi makelar barang di luar negeri dan memberi karpet merah kepada pengusaha yang bergerak di bidang ekspor-impor sejak 2012 hingga 2022.
Andhi diduga menghubungkan antarimportir untuk mencarikan barang logistik yang dikirim dari wilayah Singapura dan Malaysia yang di antaranya dikirim ke Vietnam, Thailand, Filipina, Kamboja. Diduga setiap rekomendasi yang dibuat dan disampaikan Andhi, diduga menyalahi aturan kepabeanan termasuk para pengusaha yang mendapatkan izin ekspor-impor yang tidak berkompeten.
Atas hasil rekomendasinya itu, Andhi diduga menerima imbalan sejumlah uang dalam bentuk fee. Modus yang dilakukan Andhi untuk menerima fee, di antaranya melalui transfer uang ke beberapa rekening bank dari pihak-pihak kepercayaannya yang merupakan pengusaha ekspor-impor dan pengurusan jasa kepabeanan dengan bertindak sebagai nomine.
Diduga tindakan Andhi itu sebagai upaya menyembunyikan, sekaligus menyamarkan identitasnya sebagai pengguna duit yang sebenarnya untuk membelanjakan, menempatkan, maupun dengan menukarkan dengan mata uang lain.
KPK juga menemukan adanya transaksi keuangan melalui layanan perbankan melalui rekening bank milik Andhi dan ibu mertuanya, Kamariah. Adapun dugaan uang gratifikasi itu digunakan Andi untuk sejumlah kepentingan pribadi dan keluarganya. Salah satunya membeli rumah mewah bernilai miliaran rupiah.
Berdasarkan bukti permulaan, Andhi akhirnya ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka TPPU. Andhi dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Sementara dalam kasus penerimaan gratifikasi, Andhi dijerat dengan Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.