Hal ini seperti dilakukan oleh Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Prof Fathul Wahid. Ia memboyong sejumlah guru besar dan dosen hingga Mahasiswa untuk membuat petisi tersebut.
“Perkembangan politik nasional kian menunjukkan tanpa rasa malu gejala praktik penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan. Kekuasaan digunakan untuk kepentingan politik praktis sekelompok golongan dengan mengerahkan sumber daya negara,” ucap Prof Wahid dalam pembacaan petisinya di UII, Kamis (1/2).
Kemudian, ia juga menyebut demokrasi di Indonesia mengalami kemunduran, hingga menyebut bahwa Presiden Joko Widodo sudah tidak menunjukkan sikap kenegarawanannya. Indikatornya adalah pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil Presiden yang didasarkan pada putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menurutnya sarat akan interfensi politik dan pelanggaran etika.
Bahkan ia juga menyalahkan Jokowi soal statemen bahwa Presiden boleh ikut berkampanye dan memihak. Bagi Prof Wahid, statemen Presiden tersebut menunjukkan bahwa dirinya sudah tidak netral dalam kontestasi politik.
“Saat presiden Joko Widodo menyatakan ketidaknetralan institusi kepresidenan dengan membolehkan Presiden berkampanye dan berpihak,” ucapnya.
Selain itu, Prof Wahid juga menyinggung soal bansos yang saat ini masih dibagikan oleh pemerintah kepada masyarakat. Ia menuduh bahwa pemberian bansos itu adalah bentuk kecurangan Presiden.
“Distribusi bantuan sosial melalui pembagian beras dan bantuan langsung tunai, BLT oleh Presiden Joko Widodo juga ditengarai sarat dengan nuansa politik praktis yang diarahkan pada personalisasi penguatan dukungan terhadap pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tertentu,” tukasnya.
Kemudian beberapa hal catatan lain yang disampaikan Rektor UIII tersebut adalah tudingan bahwa telah ada indikasi pengerahan dan mobilisasi aparat tertentu untuk memberikan dukungan kepada peserta Capres-Cawapres tertentu.
Sekadar diketahui Sobat Holopis, bahwa Mahfud MD yang saat ini menjadi Cawapres Ganjar Pranowo merupakan Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara di Universitas Islam Indonesia (UII).
Sehari sebelumnya, sejumlah guru besar dan dosen di UGM (Universitas Gadjah Mada) juga melakukan hal serupa. Dipimpin oleh Guru Besar Fakultas Fakultas Psikologi, Prof Koentjoro mereka membacakan hal senada.
“Kami menyesalkan tindakan-tindakan menyimpang yang justru terjadi dalam masa pemerintahan Presiden Joko Widodo yang juga merupakan bagian dari Keluarga Besar Universitas Gadjah Mada,” ucap Koentjoro.
Hadir dalam pembacaan petisi pada hari Rabu (31/1) tersebut antara lain ; Mantan Rektor UGM periode 2002-2007 Prof. Sofian Effendi, Mantan Rektor UGM periode 2017-2022 Prof. Panut Mulyono, Guru Besar FKKMK UGM Prof. Yati Soenarto, Dosen Hukum Tata Negara FH UGM Zainal Arifin Mochtar alias Uceng, Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM Abdul Gaffar Karim, serta Ketua BEM KM UGM Gielbran Muhammad Noor.
Selain UII dan UGM, muncul gerakan serupa dari pihak yang mengatasnamakan Forum Guru Besar dan Dosen Universitas Hasanuddin (Unhas). Mereka yang dipimpin oleh anggota Dewan Profesor Unhas, Prof Triyatni Maryosenjoyo juga membacakan petisi serupa pada hari Jumat (2/2).
Salah satu poin pernyataan sikapnya adalah meminta kepada Presiden dan seluruh pejabat negara agar tetap menjaga demokrasi dan netralitasnya di Pemilu 2024.