HOLOPIS.COM, JAKARTA – Wasekjen DPP Partai Demokrat, Jansen Sitindaon memberikan respons atas statemen Presiden Joko Widodo yang menyatakan bahwa Presiden dan Menteri boleh berkampanye termasuk memihak dalam kontestasi Pemilu 2024.
Salah satu aspek yang disoroti adalah Pasal 281 ayat (1) huruf a, di mana Presiden tidak boleh menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara.
“Soal fasilitas yang dipakai Presiden, sebenarnya sudah diatur apa saja yang tetap melekat ke dirinya (khususnya soal keamanan) jika dia misalnya ikut kampanye, baik untuk dirinya sendiri jika dia misalnya maju kembali menjadi kandidat atau untuk orang lain,” kata Jansen dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Kamis (25/1).
Persoalan pengamanan, Jansen mengatakan bahwa tidak hanya presiden, bahkan masing-masing Capres-Cawapres yang saat ini tengah berkompetisi pun difasilitasi negara terkait dengan aspek keamanannya.
“Jangankan Presiden yang sedang dan masih menjabat, Calon Presiden yang telah ditetapkan KPU saja diberikan fasilitas oleh Negara yang melekat untuk dirinya selama mengikuti pemilu,” ujarnya.
Jika Capres-Cawapres diberikan fasilitas pengamanan seperti penugasan (BKO) anggota Kepolisian, maka wajar jika Presiden tetap mendapatkan pengamanan dari negara.
“Mulai dari fasilitas keamanan dalam bentuk polisi melekat dan sebagainya. Padahal ‘kelasnya’ baru Calon Presiden, belum Presiden,” tukasnya.
Lebih lanjut, Jansen memberikan penekanan bahwa yang saat ini diawasi adalah apakah ASN (aparatur sipil negara) melakukan tindakan yang melanggar aturan Undang-Undang Pemilu atau tidak.
“Yang bersama perlu diawasi itu sebenarnya terkait netralitas Aparatur Negara. Karena mereka memang sama sekali tidak boleh ikut politik apalagi sampai ikut kampanye. Bahkan cuti sajapun mereka tetap tidak boleh ikut politik. Termasuk di hari libur,” tegasnya.
Berbeda dengan jabatan politik seperti Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota, yang mana sesuai UU Pemilu memang dilarang untuk berpolitik, sekalipun hanya sekadar menjadi partisan.
“Beda dengan Presiden, Wapres, Menteri, Gubernur, Bupati, Walikota dll, jadi kader bahkan pengurus Parpol saja bisa. Sehat untuk kita semua,” pungkasnya.