HOLOPIS.COM, JAKARTA – Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 1 Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menyebut, bahwa hilirisasi nikel tidak banyak memberikan keuntungan banyak bagi penerimaan negara.
Hal itu sebagaimana disampaikan Cak Imin dalam debat keempat Pilpres 2024 yang berlangsung semalam, Minggu (21/1).
Menurut Cak Imin, hilirisasi nikel yang ugal-ugalan justru akan mengorbankan sektor-sektor lain apabila tidak dipertimbangkan secara matang.
“Gara-gara eksplorasi nikel ugal-ugalan, lalu hilirisasi tanpa mempertimbangkan ekologi, sosial kita, buruh kita diabaikan karena banyak tenaga asing, dan juga terjadi korban kecelakaan. Di sisi lain, pemasukan kita dari nikel sangat kecil,” kata Cak Imin sebagaimana dikutip Holopis.com, Senin (22/1).
Cak Imin mengingatkan, produksi nikel Indonesia sudah berlebihan sehingga daya tawar Indonesia menurun. Menurutnya, Indonesia menjadi korban kebijakan sendiri.
“Sementara masa depan kita jadi tidak jelas, di sisi lain kita mengorbankan lingkungan dan sosial, dan keuntungan yang terbatas bagi negara,” sambung Cak Imin.
Sebagai informasi, kebijakan hilirisasi yang salah satunya adalah hilirisasi nikel merupakan kebijakan yang menjadi program unggulan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Sebab dengan hilirisasi tersebut, negara bisa memperoleh nilai tambah atas cadangan nikel Indonesia yang melimpah, bahkan menjadi yang terbesar di dunia.
Lantas, apakah pernyataan Cak Imin soal hilirisasi nikel tidak membawa banyak keuntungan bagi penerimaan negara?
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor fero nikel Indonesia melonjak dari yang semula di tahun 2010 hanya sebesar US$ 373,6 juta atau Rp 5,83 triliun, menjadi US$ 15,29 miliar pada 2023 atau setara Rp 238,68 triliun.
Ekspor nikel dan barang dari padanya juga melesat dari yang mulanya US$ 1,44 miliar atau Rp 7,4 triliun pada 2010, menjadi US$ 6,82 miliar pada 2023 atau sekitar Rp 106,5 triliun.
Selain meningkatkan kinerja ekspor, hilirisasi nikel juga mendatangkan keuntungan dari sisi penerimaan negara dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) berupa royalty.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) penerimaan PNBP dari sektor minerba yang di dalamnya termasuk nikel telah menembus angka Rp 172, 96 triliun.