HOLOPIS.COM, JAKARTA – Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI), Boyamin Saiman menyarankan kepada Polri agar segera melakukan penahanan terhadap Firli Bahri karena sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo (SYL).
“Saya mendesak melakukan penahanan,” kata Boyamin dalam keterangannya, Sabtu (2/12) kemarin seperti dikutip Holopis.com.
Ada alasan yang sangat mendasar mengapa Firli patut segera ditahan. Boyamin menilai bahwa selama ini bekas Ketua KPK itu acap kali sulit hadir dalam agenda pemanggilan.
“Karena tidak kooperatif selama ini. Dipanggil sering mangkir dan ditunda-tunda, itu salah satu alasan subyektif penahanan,” ujarnya.
Alasan lain mengapa dirinya mendesak Firli ditahan, agar tidak kabur dalam proses pemeriksaan, sekaligus mencoba menghilangkan barang bukti dan melakukan intervensi kepada penyidik maupun saksi-saki penting. Terlebih Firli adalah purnawirawan jenderal polisi bintang tiga.
“Berpotensi melarikan diri meskipun sudah dicekal misalnya lewat jalur tikus dan sebagainya. Ya juga mempengaruhi saksi dan merusak barang bukti,” tuturnya.
Terlebih kata Boyamin, tuntutan hukum yang dijeratkan kepada Firli lebih dari penjara 5 (lima) tahun. Yang mana seseorang yang terancam hukuman di atas 5 tahun harus ditahan usai ditetapkan sebagai tersangka.
Firli telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Ditreskrimsus Polda Metro Jaya dan dijerat dengan Pasal 12e, 12B atau pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 65 KUHP yang terjadi di wilayah hukum Polda Metro Jaya pada sekitar tahun 2020-2023.
Pasal 12e
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
Pasal 12B
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;
b. yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum
(2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
Pasal 65 KUHP
Dalam hal berbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis, maka dijatuhkan hanya satu pidana.
(2) Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah maksimum pidana yang diancam terhadap perbuatan itu, tetapi boleh lebih dari maksimum pidana yang terberat ditambah sepertiga.