HOLOPIS.COM, JAKARTA – Bendahara Umum PB SEMMI, Achmad Donny menilai bahwa munculnya diksi Mahkamah Keluarga hanya dimunculkan oleh orang-orang yang kecewa saja terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Bagi dia, itu hal biasa dan bukan menjadi sesuatu yang besar untuk ditanggapi. Namun tidak baik untuk dipelihara.

“Itu hanya ungkapan pihak-pihak yang kecewa atas putusan Mahkamah Konstitusi,” kata Donny dalam keterangannya kepada Holopis.com, Senin (6/11).

Hal ini menurutnya, putusan MK sudah sesuai dengan prosedur hukum yang ada, sehingga tak perlu diperdebatkan sedemikian rupa sehingga bisa memicu instabilitas nasional.

“Padahal putusan MK tidak dimaksudkan untuk Gibran seorang tapi mengakomodir aspirasi rakyat yang menginginkan pemimpin muda daerah bisa berkiprah di kancah nasional,” ujarnya.

Sebenarnya, kesempatan besar untuk menjadi pemimpin nasional tidak hanya Gibran saja. Ada beberapa anak muda lain yang bisa bisa menjadi pemimpin nasional dengan syarat dan prasyarat yang diputuskan di dalam putusan perkara nomor 90/PUU-XX/2023.

“Itu tidak hanya Gibran Rakabuming Raka tapi banyak yang lainnya, seperti Emil Dardak Wagub Jawa Timur yang kader partai Demokrat,” tukasnya.

Lebih lanjut, diksi soal anak Presiden menjadi Cawapres itu juga keliru dalam konstruksi hukum. Sebab kata dia, Presiden tidak memiliki anak, dan ketua MK juga tidak memiliki keponakan. Sebab jabatan itu melekat bukan karena faktor nasab atau keturunan.

“Mas Gibran tidak bisa memilih siapa yang jadi pamannya atau dilahirkan sebagai anak siapa,” tandasnya.

Saat ini Gibran sudah terdaftar sebagai Cawapres 2024 di KPU sesuai dengan syarat yang ada untuk mendampingi Prabowo Subianto. Apakah Gibran dianggap rakyat pantas menjadi pemimpin nasional atau tidak, bagi Donny itu menjadi ranah rakyat sebagai pemilih mutlak.

“Biar rakyat yang menentukan di bilik suara nanti. Jadi nggak ada itu Mahkamah Keluarga,” pungkasnya.

Sekadar diketahui Sobat Holopis, bahwa MK telah memutuskan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 pada hari Senin, 16 Oktober 2023 lalu. Dimana putusan yang dibacakan oleh Anwar Usman sebagai ketua hakim MK adalah mengabulkan sebagian, bahwa yang dikabulkan adalah opsional syarat Capres-Cawapres berpengalaman sebagai Kepala Daerah hasil Pilkada selain usia minimal 40 tahun. Hal ini seperti yang digugat oleh Almas Tsaqib Birru atas Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Pasca putusan itu, pada tanggal 25 Oktober 2023 Gibran Rakabuming Raka resmi mendaftarkan diri sebagai Bacawapres mendampingi Prabowo Subianto ke KPU RI. Dan sembari berjalannya waktu, KPU RI pun melakukan diskusi dengan Komisi II DPR RI terkait dengan penyesuaian Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) pasca putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut, dan pada hari Selasa (31/10) malam kemarin, Komisi II DPR RI menyetujui draf revisi PKPU yang diajukan oleh KPU tersebut.

“Menyetujui Rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (R-PKPU) tentang perubahan atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden,” kata Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tanjung.