Holopis.com HOLOPIS.COM, JAKARTA – Kelompok massa tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Pengawal Keadilan dan Konstitusi (AMPKK) berunjuk rasa di depan Gedung KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (20/10). Dalam aksinya, mereka melakukan teatrikal meniup peluit dan memberikan kartu kuning sebagai simbol peringatan kepada KPU agar taat aturan, taat hukum dan taat prosedur tidak mengambil sikap inisiatif sendiri terkait putusan MK soal batas usia Capres Cawapres.

Hal ini disampaikan pasca putusan majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan nomor perkara 90/PUU-XXI/2023 pada hari Senin (16/10) lalu, yang mana seseorang diperbolehkan mendaftarkan diri sebagai Capres atau Cawapres sebelum berusia 40 tahun asal pernah atau sedang menjadi Kepala Daerah hasil pemilihan umum kepala daerah.

“KPU jangan offside, KPU tak bisa mengubah syarat secara sepihak paska Putusan MK !! Putusan MK adalah problematik, dan KPU harus tetap berpegang teguh pada PKPU Nomor 19 tahun 2023,” kata koordinator aksi, Ali dalam orasinya yang dikutip Holopis.com.

Ali meminta agar KPU menjalankan mekanisme yang telah disepakati bersama antara DPR RI bersama Pemerintah dan para penyelenggara pemilu, tanpa menghiraukan putusan MK yang dianggapnya terlalu kental akan kepentingan politiknya.

“MK tidak menguji PKPU dan KPU nggak usah inisiatif sendiri. Tetap jalankan sesuai peraturan yang sudah dibuat sebelumnya,” ujarnya.

Jika pun memang ingin tetap mengindahkan apa yang menjadi keputusan MK, maka KPU harusnya melakukan koordinasi dengan Komisi II maupun Pemerintah untuk membahas dan berkonsultasi tentang PKPU penyesuaian. Hal itu menurut dia sesuai dengan pasal 19 Peraturan KPU Nomor 1 tahun 2022. Lalu berdasarkan Pasal 249 UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, KPU memang diharuskan berkonsultasi dengan DPR RI dan Pemerintah dalam menyusun Peraturan KPU.

“Putusan MK Inkonstitusional dan produk putusan MK soal gugatan usia capres cawapres cacat hukum,” ujarnya.

Bunyi Pasal 249 UU Pemilu ;
Ayat (1)
Pengembalian dokumen persyaratan administrasi dapat berupa penolakan karena tidak memenuhi persyaratan sebagai bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, atau berupa permintaan untuk melengkapi, memperbaiki atau mengganti kelengkapan dokumen.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Dalam menyusun Peraturan KPU, KPU berkoordinasi dengan DPR dan Pemerintah.

Para pendemo juga mengkritisi putusan MK yang dituding telah melampaui kewenangannya. Mereka bahkan sampai menyebut ada penyelundupan hukum dalam putusan MK soal pencalonan Capres-Cawapres.

“Sangat miris sekali melihat MK yang cenderung memaksakan, sebab putusan ini mengandung sebuah cacat hukum yang sangat serius,” tuturnya.

Dia juga mengingatkan agar putusan MK tidak membatalkan PKPU, dan KPU pun harus berpedoman pada peraturan KPU Nomor 19 tahun 2023 tentang pencalonan.

“MK tak menguji peraturan KPU, tak ada peraturan KPU yang batal. KPU RI jangan inisiatif sendiri alias overlaps. Dan KPU harus taat aturan, taat hukum dan taat prosedur, jangan grasak-grusuk. Ikuti aturan yang ada, jangan mengada-ada,” katanya.

Dikatakannya, DPR saat ini masih reses, sehingga KPU diingatkan kembali agar tidak merubah PKPU soal pencapresan tanpa konsultasi dengan DPR. Jika KPU ngotot untuk mengubah syarat Pencapresan tanpa konsultasi DPR maka perubahannya jadi cacat hukum, dan MA harus batalkan peraturan yang cacat hukum.

“KPU tak bisa mengubah syarat secara sepihak pasca Putusan MK. Itu sudah menyalahi aturan hukum, tak memenuhi syarat formil dan cacat hukum,” terangnya.

Baca selengkapnya di halaman kedua.