HOLOPIS.COM, JAKARTA – Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menyatakan, bahwa pihaknya sangat berkomitmen untuk melakukan pemberantasan terhadap tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
“Polri berkomitmen akan terus melakukan penegakkan hukum terhadap para pelaku TPPO,” kata Kapolri dalam keterangannya yang diterima Holopis.com, Sabtu (24/6).
Selain menindak para pelaku pelanggaran hukum itu, Kapolri juga menyatakan bahwa Polri akan memberikan perlindungan penuh kepada masyarakat, khususnya mereka yang rentan terhadap aksi kejahatan TPPO tersebut.
“Serta memberikan perlindungan kepada seluruh masyarakat terutama yang rentan menjadi korban,” ujarnya.
Pun demikian, orang nomor satu di Korps Bhayangkara itu pun tetap mengajak kepada semua masyarakat untuk ikut terlibat aktif di dalam upaya pencegahan tindak pidana TPPO, sehingga tidak ada semakin banyak masyarakat Indonesia yang menjadi korban kejahatan itu.
“Mari bersama kita cegah dan lawan TPPO,” tegasnya.
Untuk saat ini, Kapolri memerintahkan jajarannya untuk fokus pada penindakan hukum terhadap siapa pun yang terlibat di dalam bisnis haram ini.
“Jadi yang kita prioritaskan saat ini adalah penegakan hukum terlebih dahulu, baru nanti kemudian kita masuk ke pencegahan,” tandasnya.
Waspada Praktis Rekrutmen TPPO
Sekadar diketahui Sobat Holopis, bahwa modus bisnis TPPO ini sering kali dilakukan para pelaku dengan sistem jemput bola, cara ini termasuk dalam pola konvensional. Dimana mereka akan mendatangi para calon korban dengan iming-iming dan janji perbaikan kualitas hidup dan kesejahteraan karena mendapatkan bayaran yang sangat besar walaupun sebenarnya tidak masuk akal.
Salah satu gaji yang ditawarkan para pelaku kepada korban adalah upah Rp25 juta per bulan. Namun jika korbannya setuju, maka akan diminta uang di muka dengan dalih sebagai jaminan untuk meloloskan proses rekrutmen dan penempatan.
Dan setelah semua proses berhasil dan dilakukan pengiriman, ternyata hasilnya tidak seperti apa yang dijanjikan sebelumnya. Mayoritas pekerjaan yang dilakoni para korban TPPO cenderung tidak jelas, bahkan tak sedikit yang berakhir di tempat karantina tanpa kejelasan kelanjutan pekerjaan yang dijanjikan sebelumnya.
Bagi yang lolos penempatan, mayoritas bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) maupun Tenaga Kerja Wanita (TKW) ilegal. Tujuan mereka bisa ke beberapa negara dan mayoritas ke kawasan negara-negara di Timur Tengah.
Deskripsi pekerjaan justru sangat rendah, mulai dari pembantu rumah tangga, kawin kontrak atau pengantin pesanan, eksploitasi perempuan dan anak, serta berbagai pekerjaan yang tidak manusiawi.
Selain proses rekrutmen melalui sistem konvensional, para pelaku biasanya menggunakan media sosial untuk menjaring para korban. Para korban biasanya dibujuk untuk bisa bekerja di Kamboja dan beberapa negara di Asia lainnya. Biasanya, penjaringan para korban melalui jalur teknologi informasi ini akan dipekerjakan ke sektor perusahaan yang melakukan praktik ilegal, seperti bisnis scammer, telemarketing, investasi kripto hingga prostitusi.