HOLOPIS.COM, JAKARTA – Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia (JMI), Islah Bahrawi mengajak masyarakat Nahdlatul Ulama alias Nahdliyyin untuk mewaspadai fenomena “mendadak NU” menjelang tahun politik 2024.

“Para Nahdliyin kebanyakan memang lugu, tapi seharusnya masih memiliki insting yang tajam dalam menilai para politisi yang ‘mendadak NU’,” kata Islah dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Jumat (12/5).

Ia menyatakan bahwa tokoh politik boleh-boleh saja menyematkan diri sebagai bagian dari kalangan Nahdlatul Ulama, jika memang ia benar-benar kader NU kultural maupun struktural.

Bukan tokoh menjadi NU karena untuk mendompleng suara dari kalangan Nahdliyyin belaka.

“Bahwa ‘belanda tetaplah belanda’,” tegasnya.

Diterangkan Islah, bahwa warga Nahdliyyin merupakan periuk suara yang paling menjanjikan. Nilai elektoralnya tentu menjadi saya tarik tersendiri bagi para pelaku politik, khususnya para peserta pemilu.

Sebab, jumlah masyarakat yang menjadi sebagai NU ada sebanyak 59,2 persen dari total umat muslim di Indonesia.

“Di tahun-tahun politik seperti hari ini, NU menjadi seksi. Bayangkan, kepengurusan NU bahkan mengakar sampai ke tingkat Ranting (Desa),” ujarnya.

Dengan kondisi jumlah massa NU yang begitu besar, tak heran jika banyak kalangan yang melirik organisasi besar bentukan KH Hasyim Asyari itu.

“Ada puluhan juta anggota resmi NU dan jutaan lainnya sebagai Nahdliyin kultural, satu kekuatan ‘kohesi bumi dan langit’ yang terbentuk secara terstruktur dan non-struktur yang tidak dimiliki oleh Ormas manapun,” tandasnya.

Lebih lanjut, tokoh pemikir dari Madura tersebut mengingatkan kepada semua pihak, bahwa NU telah bertekad untuk kembali kepada “Khittah 1926”, dimana mereka tidak mau lagi berpolitik praktis.

Hanya saja sebagai organisasi besar, NU mau tidak mau akan selalu jadi planet yang dikelilingi orbit politik.

“Satu takdir yang tentu saja tidak bisa dihindari. Yang penting satu saja; jangan pernah memecah belah dan merusak NU,” pungkasnya.