SEJARAH, HOLOPIS.COM – Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) dibentuk pada Juni 1950 di Semarang. Pada awalnya, organisasi ini dibentuk dengan nama Gerwis (Gerakan Wanita Sedar) yang beranggotakan perempuan dan mengindikasikan diri mereka sebagai orang-orang yang sadar terhadap tekanan yang mereka alami sebagai perempuan, terutama dalam konteks masyarakat Indonesia.

Perubahan nama menjadi Gerwani menandai dukungan mereka kepada PKI sebagai partai komunis yang memiliki massa paling besar di Indonesia.

Dukungan politis terhadap PKI mempengaruhi pengaruh Gerwani di masyarakat, terlihat dari peningkatan jumlah anggota yang sampai tiga kali lipat dalam jangka waktu yang singkat. Pada tahun 1963, Gerwani memiliki anggota sejumlah 1,5 juta.

Misi Gerwani pun semakin dekat dengan paham komunisme, yakni membantu mendukung kesejahteraan buruh perempuan. Selain itu, Gerwani juga menunjukkan kerjasamanya dengan organisasi buruh yang juga merupakan underbow dari PKI. Terlepas dari hal tersebut, fokus utama Gerwani masih berkaitan dengan isu gender, terutama perempuan.

Gerwani mengkritik fenomena nikah muda yang masih sering terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Pada kebanyakan kasus, pernikahan di bawah umur merugikan pihak perempuan. Sesungguhnya fenomena ini merupakan lingkaran setan yang memenjarakan perempuan di dalamnya. Karena persepsi dan nilai yang berlaku di masyarakat menempatkan perempuan Sebagai kaum yang hanya pantas berada di rumah untuk menjalankan tugas rumah tangga dan melayani suami, mereka dianggap tidak membutuhkan pendidikan tinggi.

Pada saat yang sama, laki-laki ditempatkan pada posisi yang menguntungkan. Karena mendapatkan dukungan untuk mendapatkan pendidikan yang berkonsekuensi pada kepemilikan kapital, mereka mendapatkan pembenaran dalam tindakan mendominasi. Kekerasan rumah tangga yang dilakukan suami kepada istri menjadi hal yang dilumrahkan. Kenderungan serupa akan terjadi pada generasi berikutnya karena nilai-nilai tersebut masih dipertahankan.

Secara umum, Gerwani menolak nilai-nilai feudal yang berkembang di masyarakat yang menyebabkan perempuan terjajah. Sehingga dalam perkembangannya, Gerwani turut memasukkan gagasan anti-imperialisme dan anti-feudalisme di dalam programnya.

Undang-Undang tentang batas usia minimal pernikahan merupakan salah satu capaian hukum yang dipelopori oleh Gerwani untuk menghentikan praktik pernikahan di bawah umur.