HOLOPIS.COM – Staff Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Bidang Komunikasi dan Media Massa, Prof Henri Subiakto membagikan pemahaman tentang mengapa banyak sekali masyarakat yang mengonsumsi disinformasi alias hoaks di internet.
“Kenapa orang percaya hoaks, karena kecenderungan click bait, membaca judul dan menyimpulkan secara cepat,” kata Prof Henri, Kamis (11/3/2021).
Kecendrungan selanjutnya adalah ketika seseorang mendapatkan informasi apapun yang sesuai dengan pemikiran mereka, terlepas informasi tersebut apakah benar atau tidak.
Confirmatory bias, mudah percaya jika hoaks itu sesuai dengan pemikiran atau sikap mereka,” ujarnya.
Hoaks juga dikatakan Prof Henry Subiakto bisa tumbuh dan semakin digandrungi publik karena disampaikan oleh orang-orang yang ada di lingkarannya dengan satu pemikiran yang sama. Apalagi disinformasi tersebut adalah konten yang menyasar sisi emosional mereka, maka sistem alam bawah sadarnya biasa terpengaruh dan pembenaran mutlak terjadi.
Dan hoaks akan semakin masif ketika ada seorang tokoh tertentu, baik tokoh politik maupun agama yang serta merta membenarkan disinformasi tersebut.
“Ada tokoh yang membenarkan hoaks,” jelasnya.
Lebih lanjut, Prof Henri yang juga merupakan Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Airlangga (Unair) itu menegaskan, bahwa hoaks adalah sebuah konten yang sengaja diciptakan untuk memanipulasi fakta.
“Sebagai pesan yang dibuat dengan sengaja lewat manipulasi fakta untuk mengelabuhi orang banyak,” sambungnya.
Lantas bagaimana cara agar terhindar dari hoaks ?
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan agar seseorang bisa terhindar sebagai korban hoaks. Salah satunya adalah menjadi bijak bersosial media. Tidak mudah mempercayai sebuah informasi yang didapat begitu saja.
“Cermatlah menghadapi internet, tidak semua hal di internet adalah kenyataan dan kebenaran,” tuturnya.
Kemudian ketika mendapatkan informasi dari siapapun, agar tidak mudah membagikannya ke platform digital. Pahami apakah informasi tersebut patut untuk dipublikasikan ulang atau ditampung terlebih dahulu untuk dilakukan cross check.
“Kita harus cerdas saat memprosting sesuatu, informasi di internet bisa cepat melesat nyebar dengan hitungan menit dan jam, setelah itu tidak bisa dikontrol penyebarnya,” ujarnya.
Kecerdasan emosi dan intelektual menjadi kunci penting seseorang dalam menggunakan platform digital khususnya sosial media. Karena risiko yang bisa dihasilkan dari kegiatan berselancar di dunia maya tersebut bisa membawa ke ranah pidana jika salah dalam bersikap dan mengambil keputusan.
“Jagalah perilaku dan komunikasi kita di internet. Karena semua ter-record dan meninggalkan jejak digital,” pungkasnya. [MIB]