Jakarta. Holopis.com – Dua kasus mutasi virus Corona dari Inggris atau B.1.1.7 mulai ditemukan di Indonesia pada Senin, 1 Maret 2021. Mutasi virus Corona B.1.1.7 sebelumnya pertama kali diumumkan di Inggris pada akhir tahun lalu.
dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, juru bicara vaksinasi COVID-19 dari Kementerian Kesehatan,menyatakan bahwa temuan ini merupakan hasil dari penguatan 3T, terutama dari sisi testing
dan tracing yaitu melalui peningkatan kegiatan pengurutan genom menyeluruh (Whole Genome Sequencing/WGS) serta penguatan kapasitas laboratorium untuk mendeteksi virus varian baru di seluruh Indonesia. “Temuan ini menunjukkan kemampuan dan kapasitas dari laboratorium Balitbangkes Kemenkes dalam melakukan metode Whole Genome Sequencing
(WGS),” ujarnya.
Lebih lanjut dr. Nadia mengatakan bahwa virus Corona adalah tipe virus RNA (ribonucleic acid) yang secara alami mudah mengalami mutasi dan mutasi memang merupakan kemampuan virus untuk bertahan hidup. “Hingga saat ini, belum ada bukti ilmiah yang menyatakan bahwa virus mutasi COVID-19 ini lebih tinggi tingkat keganasannya dibanding virus COVID-19 yang ada sebelumnya, namun, beberapa penelitian di negara lain menunjukkan varian virus baru ini lebih cepat menular. Namun, kecepatan penularan mutasi virus tersebut tidak menyebabkan bertambah parahnya penyakit, namun penelitian terkait varian baru ini terus dilakukan,” ujar dr. Nadia.
dr. Nadia juga menambahkan bahwa vaksin yang digunakan dalam program vaksinasi
COVID-19 yang saat ini sedang berjalan masih efektif untuk mencegah penularan mutasi virus. “Para peneliti yang mendalami virus Corona B.1.1.7 mengonfirmasi bahwa efektivitas
inokulasi terhadap virus masih ada di level yang bisa diterima sehingga sejauh ini belum mengganggu kinerja vaksin,” ucap beliau.
Meskipun tingkat keganasan varian baru virus COVID-19 ini belum diketahui, namun dengan kemampuan penularan yang lebih tinggi, masyarakat diharapkan lebih waspada dan disiplin menerapkan protokol kesehatan, serta mensukseskan program vaksinasi COVID-19.
“Menjelang libur panjang akhir pekan ini, kami himbau dengan sangat masyarakat untuk menahan diri dan tidak bepergian dulu mengingat setelah libur panjang, umumnya terjadi peningkatan kasus positif COVID-19 dari kluster keluarga,” seru dr. Nadia.
Prof. Amin Subandrio dari Eijkman Institute for Molecular Biology mengatakan dua temuan kasus varian B.1.1.7 di Indonesia merupakan hasil temuan dari proses analisis WGS. “Deteksi varian B.1.1.7 dilakukan melalui proses analisis Whole Genome Sequencing (WGS) yang membutuhkan waktu yang cukup lama, bisa lebih dari 1 atau 2 minggu,” ucap beliau.
Prof. Amin mengatakan proses pemeriksaan WGS membutuhkan waktu hingga hasilnya
dapat keluar. “Kasus tersebut tiba di Indonesia pada ahir Januari 2021, kemudian dilakukan tes PCR, lalu suspek dikarantina selama 5 hari. Setelah itu dilakukan tes PCR kembali.Barulah beberapa hari setelahnya dilakukan proses analisa WGS. Hasilnya baru diperoleh pada 1 Maret malam dan segera dilaporkan. Proses analisa WGS bukanlah pemeriksaan rutin dan tidak semua sampel dengan hasil tes PCR yang positif dianalisa dengan proses ini,” jelas
Prof. Amin.
Menurut Prof. Amin, tidak ada perlakuan khusus yang dibutuhkan dalam menghadapi mutasi virus ini, karena mutasi merupakan sifat alami dari virus. “Aktifitas testing dan tracing harus
lebih cepat dan giat dilakukan, termasuk melakukan proses analisa WGS,” ujar Prof. Amin.