Rabu, 25 Desember 2024
Marry Christmas 2024

Sepak Terjang Omicron Hingga Masuk ke Indonesia

HOLOPIS.COM Nama ‘Omicron’ muncul di media masa dan mendadak menjadi perbincangan publik saat diumumkan menjadi varian terbaru Covid-19 di akhir November 2021.

Masyarakat global yang masih belum selesai ‘berurusan’ dengan varian Delta pun langsung merasa khawatir dengan berbagai varian baru yang bermunculan tanpa memiliki pengetahuan mendalam tentang varian itu.

Ditemukan di Afrika Selatan, nama B.1.1.529, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan Omciron sebagai variant of concern tingkat serius, dan membuat negara-negara di dunia menyalakan lampu kuning.

“Varian ini telah terdeteksi pada tingkat yang lebih cepat daripada lonjakan infeksi sebelumnya, menunjukkan bahwa varian ini mungkin memiliki keunggulan pertumbuhan,” demikian pernyataan dari WHO, dilansir dari Skynews (27/11).

Meskipun baru ditemukan dalam jumlah kasus sedikit saat itu di Afrika Selatan, Botswana, Hong Kong, dan Israel, Uni Eropa sepakat untuk menutup sementara perjalanan ke Afrika lokasi varian pertama kali ditemukan.

Keputusan dari negara-negara yang khawatir tersebut sempat membuat Menteri Kesehatan Afrika Selatan Joe Phaahla ‘tersinggung’ dan menilai keputusan tersebut tak masuk akal, dan tergesa-gesa.

Setelah itu, sedikit membawa ketenangan secara global, WHO mengumumkan bahwa berdasarkan data, varian ini diketahui memiliki risiko lebih rendang dibandingkan varian Delta yang lebih mematikan,

Meski dianggap lebih ringan, varian Omicron dikatakan lebih mudah menular, dan WHO pun ogah terlalu cepat meremehkan varian ini.

Setelah dideteksi di beberapa negara, Belgia menjadi negara Eropa pertama yang mendeteksi kasus Omicron ketika seorang warga negaranya yang belum divaksinasi melakukan perjalanan ke luar negeri. Kemudian setelah menyebar di Belgia, varian ini pun kemudian tercatat menyebar pula Prancis dan dengan cepat mendominasi kasus Covid-19 di negara Menara Eiffel tersebut.

Pada tanggal 31 Desember, Badan Kesehatan Prancis mengatakan jumlah infeksi varian Omicron meningkat tajam, dengan 62% hasil tes Covid-19 menunjukkan hasil yang kompatibel dengan varian Omicron.

Melihat peningkatan yang fantastis di bulan Desember, libur natal di benua Eropa pun diprediksi hanya akan menjadi kenangan akibat merebaknya varian Omicron. Terlihat dari beberapa jenis wisata seperti permainan musim dingin ski yang melihat penurunan booking liburan, serta maskapai penerbangan antar Eropa yang mengalami kesulitan akibat peraturan baru yang diberlakukan.

Menahan penyabaran Omicron di Eropa, Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson memperketat peraturan selama pandemi, seperti Perdana Menteri Belanda Mark Rutte yang secara tegas melakukan shutdown dan menutup toko-toko, kecuali yang menjual barang-barang esensial, seperti restoran, salon, gym hingga museum.

PM Inggris Boris Johnson
PM Inggris Boris Johnson (Foto: Bloomberg / Simon Dawson)

Jauh dari Eropa, sama seperti negara lainnya, Selandia Baru juga tidak terlindungi dari varian ini. Bahkan, PM Selandia Baru, Jacinda Ardern mengatakan bahwa varian ini bukanlah merupakan varian terakhir dari Covid-19 dan negaranya harus bersiap menghadapi varian-varian berikutnya.

Meskipun selalu diberitakan bahwa varian Omicron lebih ringan dibandingkan varian lainnya, WHO tidak sependapat. Bahkan Kepala WHO bagian Eropa, Dr Hans Kluge was was dengan peningkatan infeksi yang terjadi di Eropa Timur pada awal Februari 2022 lalu, seperti di Armenia, Azerbaijan, Belarus, Georgia, Rusia, dan Ukraina.

Kluge meminta perbaikan distirbusi vaksin di Eropa Timur yang sejauh ini masih terbilang buruk dibandingkan wilayah lainnya. Karena vaksin masih dianggap memiliki manfaat yang baik untuk seseorang demi mencegah dampak terburuk saat terinfeksi varian Omicron.

Korea Selatan pun menjadi salah satu negara Asia yang kewalahan menghadapi infeksi Omicron, meski demikian Otoritas Kesehatan di Korea Selatan menunjukkan bahwa varian Omicron memiliki sekitar 75% kemungkinan lebih ringan dibandingkan varian Delta. Badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea (KDCA) menemukan bahwa 67,200 infeksi akibat varian Omicron memiliki tingkat kematian sekitar 0.38 hingga 0.18% dibandingkan varian Delta dengan kemungkinan 1.4% hingga 0.7%. Kasus dengan gejala berat dalam pengertian KDCA adalah mereka yang harus dirawat di Unit Gawat Darurat pada rumah sakit.

Selain Korea Selatan, Inggris pun ikut mulai menerima bahwa varian Omicron dianggap lebih ringan, terlihat dari PM Boris Johnson yang memutuskan bahwa masyarakat diizinkan untuk tidak mengenakan masker di luar ruangan sebagai upaya untuk hidup bersama virus.

Beberapa peraturan ketat pun mulai diangkat dan hanya mengandalkan distribusi vaksin yang semakin luas. Meski demikian, para ahli kesehatan menilai bahwa keputusan Boris Johnson tidak berdasarkan ilmu kesehatan dan dipastikan belum melewati persetujuan para dokter.

Saat ini, dunia global masih memerangi varian Omicron yang dianggap tidak separah Delta, namun karena sifatnya yang lebih mudah menular tetap memenuhi kuota rumah sakit di beberapa negara, seperti Hong Kong yang terpaksa harus menerima pasien di luar rumah sakit akibat kepenuhan.

Setelah menyerang berbagai negara di Benua Afrika hingga Eropa, varian Omicron pun terus menginvasi negara-negara lain, termasuk di Benua Asia. Tercatat dari laporan Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID) Initiative, bahwa pada hari Kamis 9 Desember 2021 sudah ada 48 orang dari 11 negara terinveksi Covid-19 yang memiliki kode B.1.1.529 ini. Israel menjadi negara di Benua Asia yang mencatat kasus terbanyak saat itu, yakni 12 kasus. Kemudian Singapura mencatat 6 kasus, lalu India 5 kasus. Selanjutnya Korea Selatan dan Jepang mencatat masing-masing 3 kasus, dan Rusia tercatat 2 kasus. Sri Lanka, Thailand, Maladewa, dan Malaysia masing-masing mendeteksi 1 kasus Covid-19 varian Omicron.

Omicron Masuk Indonesia

Saat varian omicron masih berada di negara tetangga, Indonesia sempat melakukan pengetatan akses masuk dan keluar masyarakat baik WNI maupun WNA. Salah satunya adalah dengan menutup akses perjalanan dari maupun ke 11 negara yang tercatat mengalami lonjakan kasus Omicron di sana. Kebijakan ini diberlakukan oleh pemerintah sejak hari Senin 29 November 2021. Mereka antara lain ; 11 negara itu adalah Afrika Selatan, Lesotho, Eswatini, Namibia, Botswana, Zimbabwe, Mozambique, Malawi, Zambia, Angola, dan Hongkong. Dan regulasi untuk membatasi akses ke 11 negara tersebut adalah melalui Surat Edaran (SE) Satgas Covid-19 Nomor 23 Tahun 2021.

Menkes Budi Gunadi Sadikin
Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin saat siaran pers Ratas Evaluasi PPKM (Source : Setpres/Youtube)

Walaupun sudah melakukan pengetatan, ternyata Indonesia pun akhirnya kebobolan juga. Di mana tercatat pada tanggal 16 Desember 2021 pemerintah mendeteksi Omicron muncul di Indonesia, tepatnya diidap oleh petugas kebersihan di RSCD Wisma Atlet Kemayoran Jakarta berinisial N.

Berdasarkan keterangan dari Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, bahwa N sama sekali tidak tercatat melakukan aktivitas perjalanan ke luar negeri. Lalu Kemenkes RI pun melakukan penelusuran (tracking) kontak, ternyata diketahu bahwa ia tertular oelh TF (21) yang tengah melakukan karantina terpusat di RSCD Wisma Atlet Kemayoran usai melakukan perjalanan dari Nigeria tanggal 27 November 2021 lalu.

Sejak itulah, kasus demi kasus yang berkaitan dengan Omicron masih merebak di Indonesia. Bahkan tercatat kasus harian akibat Omicron di Indonesia terpantau 6.453 kasus per Jumat, 25 Februari 2022. Dengan demikian, Indonesia menempati posisi pertama di Asia Tenggara sebagai negara dengan kasus Omicron. Kemudian untuk kasus tertinggi kedua di Asia Tenggara masih ditempati Thailand sebanyak 3.215 kasus.

Setelahnya Singapura di urutan ketiga. Dibandingkan pekan sebelumnya, jumlah kasus Omicron di negara ini tumbuh 8,1 persen. Sedangkan untuk data harian angka jumlah kasus Omicron di negara ini turun 4,04 persen dibanding hari sebelumnya yang tercatat 2.225 jiwa.

Imbauan Pakar Epidemiolog dan Kemenkes RI

Pemerintah Indonesia sampai saat ini terus melakukan berbagai upaya penangulangan pandemi Covid-19 termasuk Omicron. Salah satunya adalah dengan terus menggalakkan edukasi dan pemahaman kepada masyarakat terkait dengan pentingnya menerapkan protokol kesehatan. Bahkan pakar epidemiologi dari Universitas Airlangga Windhu Purnomo menegaskan bahwa protokol kesehatan adalah kunci agar penularan Covid-19 varian apapun tidak semakin merebak di dalam negeri.

‪Windhu Purnomo
Pakar epidemiologi dari Universitas Airlangga, ‪Windhu Purnomo. Ph.D

“Ingatkan kepada masyarakat walau Anda sudah vaksin dosis 3 sekalipun kalau prokesnya jelek pasti anda tertular. Kalau anda kebetulan seorang komorbid atau lansia tentu risikonya lebih besar, apalagi belum divaksinasi,” imbuh Windhu.

Sementara itu, pemerintah juga terus menggalakkan penyebaran vaksinasi Covid-19 dosis pertama sampai dosis ketiga atau booster kepada masyarakat di seluruh Indonesia. Karena vaksinasi adalah instrument untuk menjaga agar infeksi Covid-19 tidak mengakibatkan gejala berat hingga kematian kepada para penderitanya.

Jika masyarakat semakin aware terhadap protokol kesehatan dan vaksinasi, ia yakin Indonesia agar lebih cepat lagi terbebas dari belenggu pandemic Covid-19, sekaligus sebagai upaya untuk meminimalisir potensi munculnya varian baru lagi.

“Kalau kita mau mencegah munculnya varian baru kita harus menekan laju penularan, jangan banyak orang sakit, jangan banyak orang tertular, caranya vaksinasi plus protokol kesehatan karena itu 100 persen efektif mencegah penularan dari virus,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2P) Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi.

(BI, MIB, RPG)

Temukan kami di Google News, dan jangan lupa klik logo bintang untuk dapatkan update berita terbaru. Silakan follow juga WhatsApp Channnel untuk dapatkan 10 berita pilihan setiap hari dari tim redaksi.

Berita Lainnya

Presiden Republik Indonesia

BERITA TERBARU

Viral