JAKARTA – Dicatat, ya, harga rokok bakal naik per 1 Januari 2025. Meski cukai hasil tembakau (CHT) tidak naik, pemerintah tetap menaikkan harga jual eceran (HJE) rokok di tahun depan. Ini alasannya.
Kebijakan mengenai kenaikan HJE rokok pada tahun 2025 dimuat dalam Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 97 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas PMK Nomor 192 Tahun 2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun Atau Klobot dan Tembakau Iris.
Permenkeu tersebut ditandatangani oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 4 Desember 2024 lalu. “Bahwa untuk mengendalikan konsumsi hasil tembakau, melindungi industri hasil tembakau yang padat karya yang proses produksinya menggunakan cara lain daripada mesin, dan optimalisasi penerimaan negara,” demikian bunyi pertimbangan revisi PMK tersebut.
Jumlah Kenaikan Harga Rokok
Aturan mengenai ketentuan HJE ini berlaku pada rokok per batang atau gram, baik pada rokok kretek juga rokok elektrik, di mana kenaikan HJE bervariasi pada tiap jenis rokok.
Berikut ini adalah batasan harga jual eceran rokok per 1 Januari 2025:
1. Sigaret Kretek Mesin (SKM)
- Golongan I paling rendah Rp2.375 per batang (naik 5,08 persen) dengan tarif cukai Rp1.231 per batang.
- Golongan II paling rendah Rp1.485 per batang (naik 7,6 persen) dengan tarif cukai Rp746 per batang.
2. Sigaret Putih Mesin (SPM)
- Golongan I paling rendah Rp2.495 per batang (naik 4,8 persen) dengan tarif cukai Rp1.336 per batang.
- Golongan II paling rendah Rp1.565 per batang (naik 6,8 persen) dengan tarif cukai Rp794 per batang.
3. Sigaret Kretek Tangan (SKT) atau Sigaret Putih Tangan (SPT)
- Golongan I harga jual eceran paling rendah Rp1.555 – Rp2.170 per batang dengan tarif cukai Rp378 per batang.
- Golongan II harga jual eceran paling rendah Rp995 per batang (naik 15 persen) dengan tarif cukai Rp223 per batang.
- Golongan III harga jual eceran paling rendah Rp860 per batang (naik 18,6 persen) dengan tarif cukai Rp122 per batang.
4. Sigaret Kretek Tangan Filter (SKTF) atau Sigaret Putih Tangan Filter (SPTF). Harga jual eceran paling rendah Rp2.375 per batang (naik 5 persen) dengan tarif cukai Rp1.231 per batang.
5. Sigaret Kelembak Kemenyan (KLM)
- Golongan I harga jual eceran paling rendah Rp950 dengan tarif cukai Rp483 per batang (tidak berubah dari tahun 2024).
- Golongan II harga jual eceran paling rendah Rp200 dengan tarif cukai Rp25 per batang (tidak berubah dari tahun 2024).
6. Jenis Tembakau Iris (TIS). Harga jual paling rendah Rp55 – Rp180 (tidak berubah dari tahun 2024).
7. Jenis Rokok Daun atau Klobot (KLB). Harga jual paling rendah Rp 290 (tidak berubah dari tahun 2024).
8. Jenis Cerutu (CRT). Harga jual paling rendah Rp 495 sampai Rp 5.500 (tidak berubah dari tahun 2024).
Sementara itu, kenaikan harga jual eceran pokok elektrik dan produk olahan tembakau lainnya sebagai berikut:
- Rokok elektrik
- Rokok elektrik padat minimal Rp6.240 per gram (naik 6,01 persen) dengan tarif cukai tetap Rp3.074 per gram.
- Rokok elektrik cair sistem terbuka (isi ulang) minimal Rp1.368 per gram (naik 22,03 persen) dengan tarif cukai tetap Rp636 per gram.
- Rokok elektrik cair sistem tertutup minimal Rp41.983 per gram (naik 22,03 persen) dengan tarif cukai tetap Rp6.776 per gram.
2. Hasil olahan tembakau lainnya
- Tembakau molasses minimal Rp257 per gram (naik 6,19 persen) dengan tarif cukai tetap Rp135 per gram.
- Tembakau hirup minimal Rp257 per gram (naik 6,19 persen) dengan tarif cukai tetap Rp135 per gram.
- Tembakau kunyah minimal Rp257 per gram (naik 6,19 persen) dengan tarif cukai tetap Rp135 per gram.
Tujuannya untuk Mengurangi Jumlah Perokok
Disebukan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bahwa kenaikan cukai rokok ini bertujuan untuk mengurangi konsumsi rokok sebanyak 10-15 persen, terutama pada perokok muda. Kemenkes merujuk pada pengalaman beberapa negara yang menunjukkan akses terhadap rokok, baik itu rokok elektrik atau produk olahan tembakau lainnya, bisa ditekan setelah kebijakan kenaikan harga rokok diberlakukan.
Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), pada 2018 ada 38 negara yang mematok pajak rokok cukup tinggi. Salah satunya China yang mengalami penurunan konsumsi rokok sebesar 3,3 persen (April 2015-Maret 2016).
Negara lainnya adalah Kolombia tahun 2018, yang mengalami penurunan sebesar 34 persen setelah menaikkan pajak rokok tiga kali lipat selama tahun 2016-2018.
“Prevalensi merokok kita turun saat ini, terutama perokok remaja usia 10-18 tahun 9,1 persen pada 2018, menjadi 7,4 persen pada 2023. Usia 10 tahun ke atas 28,9 persen pada 2018 menjadi 27,1 persen pada 2023,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kemenkes Siti Nadia Tarmizi.
Siti Nadia menambahkan, meski ada penurunan prevalensi merokok, upaya mengurangi jumlah perokok haruslah melibatkan langkah multisektor.
Seperti diketahui, merokok merupakan salah satu faktor risiko Penyakit Tidak Menular (PTM), dan kebiasaan ini sangat sulit untuk dihentikan. Untuk memotong peningkatan jumlah perokok, perlu juga adanya upaya pencegahan merokok pada anak dan usia remaja.
Namun kebijakan fiskal dan non-fiskal saja, menurut Siti Nadia, tidak cukup. Upaya pencegahan lainnya yang perlu dilakukan adalah mengatur pesan kesehatan pada kemasan rokok.
Hal ini seperti diamanahkan dalam Undang-Undang 17 Nomor 2023 tentang Kesehatan dan peraturan pelaksananya pada PP 28 Tahun 2024. Yakni, upaya-upaya multisektoral dengan menerapkan kawasan tanpa rokok di sekolah dan tempat bermain, juga tidak menjual rokok batangan.
Para orangtua juga harus mengedukasi dirinya tentang rokok elektronik agar mampu mencegah anak menggunakannya.