HOLOPIS.COM, JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati memastikan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen akan berlaku mulai Januari 2025 mendatang.
Dia menegaskan, pemberlakuan kenaikan tarif PPN tersebut telah sesuai dengan yang diamanatkan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
“Sudah ada UU, nya kita perlu siapkan agar itu bisa dijalankan. Tapi dengan penjelasan yang baik sehingga kita tetap bisa,” kata Sri Mulyani saat rapat kerja bersama Komisi XI DPR, pada Rabu (13/11).
Bendahara itu membantah, bila kenaikan PPN menjadi sebesar 12 persen ini sebagai suatu langkah yang membabi buta. Dia berkilah, bahwa hal ini merupakan langkah pemerintah untuk menjaga stabilitas keuangan negara
“Bukannya membabi buta, tapi APBN memang tetap harus dijaga kesehatannnya,” tegasnya.
Sri Mulyani memastikan, bahwa pemerintah akan memberikan penjelasan secara gamblang terkait alasan dinaikkannya tarif PPN tersebut, termasuk manfaatnya bagi keuangan negara.
Terlebih saat ini, kondisi perekonomian nasional tengah diselimuti dengan berbagai tekanan. Hal itu tercermin dari tingkat konsumsi masyarakat yang selama ini menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi justru melambat.
Pada kuartal III-2024, tingkat konsumsi masyarakat tercatat hanya tumbuh sebesar 4,91 persen. Angka ini lebih rendah dari laju pertumbuhan pada kuartal II-2024 yang tercatat sebesar 4,93 persen.
Kondisi ini membuat pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2024 hanya mampu tumbuh 4,95 persen, lebih rendah dari pertumbuhan kuartal II-2024 yang sebesar 5,11 persen maupun kuartal I-2024 yang tumbuh 5,05 persen.
“Saya setuju bahwa kita perlu banyak memberikan penjelasan kepada masyarakat. Artinya walaupun kita buat policy tentang pajak termasuk PPN bukannya membabi buta atau tidak punya afirmasi atau perhatian pada sektor-sektor seperti kesehatan, pendidikan, bahkan makanan pokok waktu itu debatnya panjang di sini,” tegasnya.
Meskipun pemerintah menaikkan tarif PPN, namun Sri Mulyani memastikan pemerintah akan tetap memberikan ruang keringanan pajak, sehingga daya beli masyarakat tidak tertekan.
Keringanan itu bisa diberikan dengan berbagai mekanisme, seperti mekanisme dengan mengacu pada banyaknya jenis barang atau jasa yang tidak dipungut pajak.
“Memang banyak kalau kita hitung teman-teman pajak yang hitung banyak sekali, bisa sampaikan detail tentang fasilitas untuk dibebaskan atau mendapatkan tarif lebih rendah itu ada dalam aturan tersebut,” ungkap Sri Mulyani.