HOLOPIS.COM, JAKARTA – Salah satu Youtuber literasi, Jafar Rohadi alias Guru Gembul menyampaikan unek-uneknya atas keresahan yang selama ini mengganggu pikiran dan hatinya tentang feodalisme yang terjadi dan dipraktikkan oleh oknum-oknum di kalangan kelompok yang mengatasnamakan habaib atau habib.
Sosok yang paling sering disebut sebagai contoh Guru Gembul adalah Habib Muhammad Rizieq bin Husein bin Shihab (Habib Rizieq) dan Habib Sayyid Bahar bin Smith. Menurutnya, kedua tokoh oknum Habib ini cukup sering memunculkan aspek feodalisme yang ia maksud.
“Pak Habib Bahar bin Smith di pengadilan ketika beliau sedang diadili, kemudian ada saksi dan kebetulan Beliau mengatakan, Kamu tahu enggak siapa saya, saya adalah keturunan Nabi. Kalau kakek saya tahu saya diginiin, kamu tahu kakeknya seperti ini, kenapa kamu memberatkan, kamu membuat kesaksian yang memberatkan pada saya,” kata Guru Gembul saat berdiskusi di Rabithah Alawiyah seperti dikutip Holopis.com, Senin (9/9).
Menurutnya, privilege yang tengah disampaikan Habib Bahar dalam contoh di sidang tersebut menurut Guru Gembul telah melukai perasaan kaum muslimin. Sebab, ada orang yang berani melakukan tindakan kekerasan dengan mengatasnamakan keturunan Nabi Muhammad SAW, namun mengunggulkan status sosialnya sebagai keturunan Nabi saat dilakukan proses hukum.
“Itu kan sebenarnya menyakiti kaum muslimin, karena ada orang yang melakukan kekerasan atas nama Nabi, diadili, tapi minta privilege. Siapa yang melakukan itu?, golongan Habaib,” ujarnya.
Oleh sebab itu, contoh-contoh yang ia sebutkan tentang tindak-tanduk dan perilaku oknum habib ini dinilai Guru Gembul telah melukai hati sebagian besar umat Islam. Bahkan ia juga meluapkan kekecewaannya terhadap lembaga pencatat nasab, Rabithah Alawiyah yang tidak bisa mengatur perilaku oknum Habib tersebut.
Kecintaan terhadap Nabi adalah mensucikan beliau dari semua tindak-tanduk yang mengangkangi syariah Islam.
Menurutnya, jika pun memang para Habib yang dicatat oleh Rabithah Alawiyah ini benar-benar menggunakan gelarnya untuk mendapatkan privilege semacam itu, seharusnya yang dilakukan, ditampilkan dan dipraktikkan sehari-hari khususnya di hadapan para umat Islam lainnya benar-benar bisa mencerminkan sifat dan karakter Nabi Muhammad SAW.
“Demi Allah kami mencintai Nabi dan wujud dari kecintaan kami terhadap Nabi adalah kami tidak akan mau menisbatkan kekerasan, kejahatan dan kontroversi terhadap orang-orang yang mengklaim dirinya sebagai keturunan Nabi. Kan masuk akal kan, begitu kan,” tutur Guru Gembul.
“Kecintaan terhadap Nabi adalah mensucikan beliau dari semua tindak-tanduk yang mengangkangi syariah Islam,” sambungnya.
Menurut Guru Gembul, perdebatan soal nasab Ba’alawi yang saat ini mencuat dan digoreng banyak kalangan sebenarnya adalah akumulasi dari keresahan sebagian masyarakat Islam Indonesia terhadap praktik feodalisme dari sejumlah oknum Habaib.
Sehingga ia merasa tak perlu orang-orang memperdebatkan apakah ada propaganda di balik fenomena ini atau tidak. Lebih baik melihat ke dalam dan berinstrospeksi diri mengapa akumulasi keresahan ini muncul dan menjadi besar sehingga memicu sentimen yang bermuara pada perdebatan yang tidak ada faidahnya.
“Kalau kita ngadakan debat publik seperti ini sampai 100 kali di berbagai Universitas terkemuka, polemik ini nggak akan berakhir,” tandasnya.
“Satu-satunya cara untuk mengakhiri adalah, yuk introspeksi sama-sama, hentikan narasi-narasi di media sosial terkait dengan privilege dan penghinaan terhadap orang-orang yang dianggap suci dan orang-orang dianggap bersih di luar Ba’alawi,” sambung Guru Gembul.