HOLOPIS.COM, JAKARTA – Mantan Menko Polhukam, Mahfud MD menilai bahwa pemeriksaan terhadap dugaan gratifikasi kepada Kaesang Pangarep dan Erina Sofia Gudono dalam penggunaan layanan jet pribadi Gulfstream G650ER dengan nomor terbang N588SE menjadi domain KPK.
Pun demikian, Mahfud menilai bahwa publik tak bisa serta merta memaksa KPK untuk memeriksa atau tidak putra sulung Presiden Joko (Joko Widodo) tersebut.
“Tentu, kita tak bisa memaksa KPK memanggil Kaesang. Tergantung i’tikad KPK saja,” kata Mahfud MD dalam tweetnya di X @mohmahfudmd seperti dikutip Holopis.com, Kamis (5/9).
Hanya saja, ia meminta agar alasan tidak memanggil Kaesang menggunakan dalil bahwa Kaesang bukan pejabat publik atau penyelenggara negara sehingga tidak bisa diperiksa kasus ini.
“Kalau alasannya karena Kaesang bukan pejabat, maka perlu dikoreksi dalam dua hal,” ujarnya.
Ada preseden yang bisa dijadikan alasan mengapa KPK bisa saja memanggil dan memeriksa Kaesang Pangarep dalam konteks fasilitas penerbangan ke Amerika Serikat dengan jet pribadi berbiaya fantastis itu.
Preseden pertama adalah kasus Rafael Alun Trisambodo yang kedapatan melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan setelah anaknya, Mario Dandy Satriyo terjerat kasus penganiayaan berat terhadap Cristalino David Ozora.
“Banyak koruptor yang terlacak setelah anak atau isterinya yang bukan pejabat diperiksa. Contoh RA (Rafael Alun -red), seorang pejabat Eselon III Kemkeu sekarang mendekam di penjara justeru ketahuan korupsi setelah anaknya yang hedon dan flexing ditangkap,” jelasnya.
KPK akhirnya bisa menjerat hukum Rafael Alun karena Mario Dandy diproses hukum dan ditelisik aliran hartanya sampai memiliki mobil Rubicon dengan pelat polisi palsu.
“Anak RA dengan mobil mewah menganiaya seseorang. KPK melacak kaitan harta dan jabatan ayah si anak, ternyata hasil korupsi. KPK memproses, RA (lalu) dipenjarakan,” tandasnya.
Yang kedua adalah, concern agar jangan sampai menjadi tren buruk di kalangan koruptor. Bahwa mereka bisa menerima suap dan gratifikasi dari seseorang tanpa langsung kepadanya, melainkan kepada anak dan sanak saudaranya.
“Kalau alasan hanya karena bukan pejabat, padahal patut diduga lalu dianggap tak bisa diproses, maka nanti bisa setiap pejabat meminta pemberi gratifikasi untuk menyerahkan ke anak atau keluarganya,” tukasnya.