Apa Itu Sumpah Pocong yang Dijalani Saka Tatal?

HOLOPIS.COM, JAKARTA – Mantan terpidana kasus Vina Cirebon dan Eky, Saka Tatal melakukan sumpah pocong untuk membuktikan bahwa ia memang tidak terlibat dan tidak bersalah dalam kasus pembunuhan sadis tersebut.

Tak main-main, Saka Tatal melakukan ritual sumpah pocong di Padepokan Amparan Jati, Cirebon, pada Jumat (9/8) kemarin.  

Ritual sumpah pocong itu sendiri dipimpin langsung oleh Pemimpin Padepokan Amparan Jati, Raden Gilap Sugiano. Dalam prosesinya, Saka Tatal turut mengucapkan sumpah pocongnya.

Apa sih sumpah pocong?

Sumpah pocong adalah sebuah praktik sumpah yang dilakukan seseorang dengan kondisi mirip seperti orang yang telah meninggal, yaitu terbalut kain kafan. Dalam tradisi ini, individu yang bersumpah seringkali mengenakan kain kafan atau dikerudungi seperti pocong, meskipun dalam beberapa kasus, pelaku sumpah hanya duduk dengan mengenakan kain kafan tanpa terikat.

Praktik sumpah pocong tidak memiliki dasar dalam hukum Islam dan merupakan tradisi lokal yang kental dengan norma-norma adat. Tujuan utama dari sumpah ini adalah untuk membuktikan suatu tuduhan atau kasus yang mungkin tidak memiliki bukti yang kuat. Jika orang yang bersumpah tidak mengatakan yang sebenarnya, mereka diyakini akan mendapat hukuman atau laknat dari Tuhan.

Sumpah Pocong dalam Konteks Hukum

Dalam sistem hukum Indonesia, sumpah pocong tidak diatur secara spesifik dalam peraturan hukum perdata maupun hukum acara perdata. Namun, ada konsep serupa dalam sistem pengadilan yang dikenal sebagai sumpah mimbar. Sumpah mimbar adalah salah satu cara untuk pembuktian dalam perkara perdata yang dihadapi di pengadilan.

Proses dan Penerapan Sumpah Mimbar

Sumpah mimbar muncul sebagai solusi ketika terdapat perselisihan antara penggugat dan tergugat yang sulit dibuktikan dengan bukti-bukti yang ada, seperti dalam kasus perebutan warisan, hak tanah, atau utang-piutang yang tidak memiliki dokumen atau saksi yang kuat. Dalam pengadilan, terdapat beberapa tingkatan bukti yang dapat diajukan:

1. Bukti Surat: Dokumen atau catatan tertulis yang relevan.

2. Bukti Saksi: Kesaksian dari orang-orang yang mengetahui peristiwa terkait.

3. Bukti Persangkaan: Penelitian rentetan kejadian dari masa lalu yang dapat memperkuat argumen.

Jika kedua jenis bukti ini tidak tersedia atau tidak cukup meyakinkan, pengadilan dapat meminta bukti tambahan berupa pengakuan, dan jika semua usaha tersebut belum memadai, maka sumpah bisa menjadi alat terakhir untuk memutuskan sengketa.

Temukan kami di Google News, dan jangan lupa klik logo bintang untuk dapatkan update berita terbaru. Silakan follow juga WhatsApp Channnel untuk dapatkan 10 berita pilihan setiap hari dari tim redaksi.

Berita Lainnya

Presiden Republik Indonesia

BERITA TERBARU

Viral