HOLOPIS.COM, JAKARTA – Komisi VII DPR RI, Mulyanto meminta pemerintah tidak terburu-buru dalam menaikkan harga jual bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, karena nilai tukar rupiah yang masih di atas Rp16.000 per dolar AS.
Dia berharap, pelemahan nilai tukar mata uang Garuda itu tidak menjadi alasan pemerintah untuk menaikkan harga BBM subsidi, seperti Pertalite dan solar subsidi.
“Pemerintah jangan cari kesempatan dari pelemahan nilai tukar rupiah ini untuk menaikan harga BBM bersubsidi. Karena indikator objektif lain dalam pembentukan harga jual BBM bersubsidi masih positif,” ujarnya, seperti dikutip Holopis.com, Minggu (30/6).
Sebaliknya, pemerintah diminta fokus mencari solusi pelemahan nilai tukar rupiah tanpa mengorbankan kepentingan masyarakat kecil.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menilai, masih banyak upaya yang dapat dilakukan pemerintah untuk menjaga stabilitas APBN tanpa menaikan harga jual BBM bersubsidi.
“Jangan mentang-mentang nilai tukar rupiah anjlok, maka langsung terpikir untuk menaikan harga BBM bersubsidi,” tutur Mulyanto.
Adapun saat ini, tren harga minyak mentah dunia cukup stabil di kisaran harga USD81 per barel. Padahal di awal Oktober 2023 mencapai USD90 per barel.
Sementara itu, asumsi makro ICP (Indonesian Crude Oil Price) 2024 sebesar USD82 per barel. Dengan demikian, katanya, harga minyak dunia masih di bawah asumsi makro ICP.
Kebijakan menaikkan harga BBM justru akan menyebabkan kenaikan inflasi sehingga akan memperburuk membuat kondisi ekonomi Indonesia.
“Kami maklumi bahwa pelemahan nilai tukar rupiah saat ini dapat mempengaruhi harga jual BBM bersubsidi. Tapi jangan mentang-mentang nilai tukar rupiah anjlok, maka langsung terpikir untuk menaikan harga BBM bersubsidi,” kata dia.