KPK Laporkan 3 Hakim Tipikor Kasus Gazalba ke KY & Bawas MA


HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pertimbangan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang membebaskan hakim agung nonaktif Gazalba Saleh dalam putusan sela dinilai telah merusak sistem tatanan peradilan. Tindakan majelis hakim PN Tipikor Jakarta yang membebaskan Gazalba sudah termasuk ke dalam bentuk pelanggaran kode etik hakim. 

Demikian diungkapkan Ketua Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango. Dijelaskan Nawawi, salah satu poin yang termuat dalam draf laporan ialah majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang seolah-olah mengarahkan jaksa penuntut umum KPK untuk mengikuti isi putusan, yaitu meminta delegasi penuntutan dari jaksa agung. Padahal, ungkap Nawawi, KPK adalah lembaga independen yang tidak bisa diintervensi dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan sebagaimana UU 19/2019. 

“Saya masih ingat kalau tidak keliru itu drafting daripada laporan itu salah satunya adalah kami melihat bahwa majelis hakim pada tingkat pertama itu dalam produk terkesan mengarahkan kepada jaksa penuntut umum kami untuk mengikuti isi putusan yang mereka buat,” ujar Nawawi yang sempat menjadi hakim tindak pidana korupsi (tipikor) selama 10 tahun, di Kantornya, Jakarta, seperti dikutip Holopis.com, Selasa (25/6). 

“Kami katakan tadi kami pernah berasal dari sana (Pengadilan Tipikor). Kami tahu dulu ketika majelis hakim seusai majelis hakim selesai membacakan putusan, hanya ada satu kewajiban majelis hakim yaitu kewajiban untuk menyampaikan kepada para pihak tentang upaya hukum yang bisa dilakukan. You terima (putusan) atau banding. Itu saja pak. Mengingatkan tentang hak-hak para pihak, bukan menyampaikan hal-hal yang harus dilakukan tetapi oleh majelis hakim terkesan sudahlah penuhi saja syarat administrasi baru diajukan kembali. Itu bagi kami satu bentuk pelanggaran kode etik,” ditambahkan Nawawi. 

Atas dasar itu, diakui Nawawi, pihaknya telah melaporkan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang mengadili perkara Gazalba ke Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA). Tiga hakim tersebut terdiri dari ketua majelis Fahzal Hendri serta dua hakim anggota yaitu Rianto Adam Pontoh dan Sukartono. 

“Kita bukan lagi akan mengadu, kita sudah mengadu. Kita masih akan menunggu. Saya juga nanti, untung diingatkan tadi, saya akan meminta dulu penjelasan dari protokol kami kalau sudah ada respons bagaimana terhadap laporan pengaduan yang kami layangkan terhadap Komisi Yudisial dan Badan Pengawas,” ungkap Nawawi. 

Dalam kesempatan ini Nawawi juga menanggapi Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta yang membatalkan putusan sela Pengadilan Tipikor Jakarta dan memerintahkan persidangan perkara dugaan gratifikasi dan pencucian uang yang menjerat Gazalba dilanjutkan. Menurut Nawawi, majelis hakim yang dilaporkan itu diganti jika nantinya persidangan Gazalba kembali digelar. Menurut Nawawi, penggantian hakim wajib dilakukan sebelum persidangan kembali dilanjutkan. 

“KPK meminta agar PN Tipikor Jakarta Pusat untuk memulai kembali pemeriksaan perkara atas nama Gazalba Saleh,” imbuh Nawawi. 

“Dengan catatan mengganti susunan majelis hakim terdahulu,” lanjut Nawawi.

Dikatakan Nawawi, penggantian ini perlu supaya mencegah adanya benturan kepentingan. Proses ini disebutnya bisa karena diatur dalam perundangan.

“Kan cukup banyak Majelis Hakim Tipikor Jakarta Pusat itu. Biar lebih fair gitu, majelis yang lama tidak terjebak kepada benturan kepentingan terhadap produk putusan sela yang telah mereka lahirkan sebelumnya,” ucap Nawawi.

Di sisi lain, kata Nawawi, penahanan terhadap Gazalba Saleh harusnya segera ditetapkan oleh Pengadilan Tipikor Jakarta. Sehingga proses hukum yang sempat tertunda akibat putusan sela bisa segera dilaksanakan. KPK minta semua pihak bisa mengawal persidangan Gazalba selanjutnya. 

“Sehingga proses hukum yang berjalan taat terhadap azas-azas hukum sendiri,” tandas Nawawi.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat sebelumnya menyatakan Direktur Penuntutan KPK tidak memiliki wewenang dan tidak berwenang melakukan penuntutan dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan pencucian uang Gazalba Saleh karena tidak ada surat pendelegasian dari jaksa agung. Hal itu menjadi dasar majelis hakim membebaskan Gazalba. 

Atas putusan itu, KPK tidak terima dan menyatakan perlawanan atau verzet. Pada Senin (24/6), majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memenangkan KPK dengan menyatakan surat dakwaan tim jaksa KPK telah memenuhi syarat formil dan materiel sebagaimana ditentukan dalam Pasal 143 ayat 2 huruf a dan huruf b KUHAP. 

Majelis hakim PT DKI menyatakan surat dakwaan sah untuk dijadikan sebagai dasar memeriksa dan mengadili kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan pencucian uang Gazalba.

Temukan kami di Google News, dan jangan lupa klik logo bintang untuk dapatkan update berita terbaru. Silakan follow juga WhatsApp Channnel untuk dapatkan 10 berita pilihan setiap hari dari tim redaksi.

Berita Lainnya

Presiden Republik Indonesia

BERITA TERBARU

Viral