HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pengamat Politik dari Universitas Paramadina Jakarta, Sunano menuturkan bahwa peran media sosial saat ini sangat besar, maka dari itu perlu adanya penumbuhan kembali pendidikan politik yang benar lewat sana.
Menurutnya, peran yang sangat penting dipegang oleh media sosial untuk zaman yang semakin maju saat ini, di tengah modernisasi yang sangat cepat melajunya. Akan tetapi dari percepatan teknologi, ada pembelajaran yang berkurang untuk anak muda sekarang.
“Kalau saya lihat begini, pertama berdasarkan basic pemuda hari ini yang menurut saya ada satu pembelajaran yang cukup banyak berkurang di banding dulu,” ujar Nano dalam acara Ruang Tamu Holopis Channel.
Hal tersebut adalah iklim politik, yang mana menurutnya, zaman dulu begitu kuatnya iklim politik dalam pembentukan sikap politik kepemudaan, hal itu bagus untuk dilakukan.
“Dulu iklim politiknya sangat kuat, sehingga membentuk sikap politik kepemudaan yang bagus gitu,” katanya.
Bagi Nano, persoalan yang cukup pelik saat ini adalah bagaimana literasi politik yang baik diajarkan sejak dini kepada generasi muda, termasuk di dalam bangku sekolah. Sehingga, kesadaran politik itu bisa tumbuh seiring dengan perjalanannya waktu. Tidak seperti saat ini yang kecenderungan menjadi sesuatu yang tabu bagi anak muda Indonesia.
“Tetapi hari ini, misalkan dari sisi kurikulum pendidikan dan lain sebagainya, pendidikan politik sejak dini, pendidikan pemula itu sangat rendah dan beberapa orang melihat ini hal tabu,” ucapnya.
Kesadaran politik ini penting menurut Sunano, khususnya dibangun di dalam jaringan individu masyarakat. Namun ia yakin kesadaran politik itu sudah mulai tumbuh dengan sudah bermunculannya sikap-sikap kritis dari anak muda melalui platform digital masing-masing.
“Kalau mereka akhirnya ada yang punya sikap politik, itu individual, jadi misalkan kayak kasus di Lampung, protes anak muda ketika jalanan rusak, itu kan lewat medsos kemudian viral, di Jambi juga ada, di beberapa daerah akhirnya muncul lewat jaringan-jaringan, itulah yang digunakan oleh pemilih pemula, anak-anak muda untuk melakukan protes,” sambungnya.
Jadi menurutnya, pendekatan secara sosial media dapat membuat sosialisasi dengan anak muda zaman sekarang itu sangat efektif dilakukan untuk menggaet minat mereka. Maka, edukasi politik pun harus mengikuti ruang yang digandrungi oleh anak muda. Pun demikian, pengawasan tetap harus dilakukan sehingga tidak memicu hal-hal buruk masif terjadi karena masih terlalu bebasnya ruang digital saat ini.
“Nah terkait dengan bagaimana kita menangkap sosialisasi atau mencoba untuk menggaet mereka, atau mendekat dengan dunia mereka itu, jadi mereka memang akrab dengan medsos,” ujarnya.
Kemudian, dari pemanfaatan teknologi melalui sosial media yang sekarang dilakukan itu dapat menyisipkan hal untuk menumbuhkan pendidikan politik dengan benar, sehingga bisa diketahui apa yang selalu mereka cari di ruang media sosial tersebut. Dengan pemahaman teknik algoritma media sosial, maka negara atau instansi politik bisa menyisipkannya ke algoritma tersebut sehingga pesan yang ingin disampaikan bisa tertangkap oleh mereka.
“Kita mulai menumbuhkan kembali pendidikan politik yang benar, sehingga mereka mau nggak mau kayak tadi, bahwa algoritma mereka membaca apa, mereka nonton apa, itu terus harus selalu disisipi kesadaran-kesadaran politik gitu,” imbuhnya.
Terakhir, Nano juga menuturkan dari hal tersebut anak muda bisa memiliki keberpihakan dalam memilih dan juga memiliki sifat ideologis, hal itu yang penting baginya.
“Syukur kemudian masuk keberpihakan dan sifatnya ideologis ini penting, sehingga hari ini kita melihat salah satu contoh kan hampir di 5 tahun terakhir ini demontrasi sangat sedikit ya,” pungkasnya.