HOLOPIS.COM, JAKARTA – Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman membantah dirinya terlibat conflict of interest atau konflik kepentingan di dalam putusannya, khususnya di perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang memberikan celah Gibran Rakabuming Raka bisa maju dalam bursa Pilpres 2024.

“Masalah konflik kepentingan, silakan rekan-rekan untuk membaca, mengkaji putusan MK nomor 004/PUU-I/2003, mulai dari situ kawan-kawan sekalian bisa mencermati apa sih makna conflict of interest,” kata Anwar Usman dalam keterangannya di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Gambir, Jakarta Pusat, Senin (23/10).

Ia menerangkan bahwa materi perkara yang disidangkan di MK bukan perkara fakta, melainkan norma hukum. Sehingga concern seluruh majelis hakim MK adalah bagaimana mengukur norma hukum yang sesuai dengan UUD 1945.

“Satu hal yang perlu juga, bahwa MK mengadili norma sebuah UU, bukan seperti peradilan pidana atau perdata di MK,” ujarnya.

Selain putusan perkara nomor 4 tahun 2023, sejumlah putusan perkara MK juga disampaikan Anwar Usman bisa dijadikan referensi soal conflict of interest tersebut. Antara lain ; Putusan 5/PUU-IV/2006, Putusan 97/PUU/II/2013, dan Putusan 96/PUU-XIV/2020.

“Yang diadili itu adalah norma, pengujian UU, norma abstrak, bukan mengadili fakta atau sebuah kasus,” lanjut Anwar Usman.

Yang jelas, Anwar Usman menyatakan bahwa semua majelis hakim MK akan bertanggung jawab dengan semua putusan yang dipermasalahkan oleh sebagian kalangan itu, melalui Majelis Kehormatan MK.

“Kami semua termasuk yang mulia Prof Enny akan mempertanggungjawabkan kepada majelis kehormatan mahkamah konstitusi,” pungkasnya.

Sekadar diketahui, bahwa Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (PTDI) melaporkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman kepada Dewan Etik atau Mahkamah Kehormatan MK. Laporan itu dilayangkan pada hari Rabu (18/10).

Alasan pelaporan tersebut adalah, dugaan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Anwar Usman terhadap penanganan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengabulkan sebagian permohonan para pemohon.

Selain dua elemen itu, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) juga melakukan hal serupa. Mereka melaporkan Anwar Usman dan empat hakim konstitusi lainnya. Antara lain ; Manahan M.P Sitompul, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, dan Guntur Hamzah.

“Kami dari PBHI menyoroti tiga aspek utama. Pertama soal administrasi, yang kedua soal formil dan yang ketiga soal materil kaitannya dengan substansi,” kata Ketua PBHI Julius Ibrani kepada wartawan usai melapor di Kantor MK, Jakarta Pusat, Kamis (19/10).

Kelima hakim tersebut yang menyetujui atau mengabulkan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

“Pada intinya terkait dengan adanya momen di mana perkara sempat dicabut, lalu kembali diperiksa tanpa ada pembahasan, tanpa ada penetapan,” ujar Julius.