HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pihak TNI dituding telah melakukan intimidasi terkait penetapan Marsekal Madya Henri Alfiandi sebagai tersangka suap oleh KPK.
Ketua Dewan Nasional Setara Insitute, Hendardi menegaskan, TNI kerap menggunakan cara intimidasi dalam melindungi oknum anggota mereka yang berurusan dengan hukum.
“Keberatan TNI atas suatu proses hukum, tidak seharusnya dilakukan dalam bentuk intimidasi institusi,” kata Hendardi dalam siaran pers yang dikutip Holopis.com, Minggu (30/7).
“Dalih anggota TNI tidak tunduk pada peradilan umum adalah argumen usang yang terus digunakan TNI untuk melindungi oknum anggota yang bermasalah dengan hukum,” lanjutnya.
Dengan era reformasi saat ini, Hendardi menilai TNI seharusnya bisa melakukan langkah hukum berupa praperadilan jika memang dirasa ada yang salah dalam prosedur yang dilakukan KPK.
“Ini puncak kelemahan KPK menjaga dan menjalankan fungsinya secara independen karena memilih tunduk pada intimidasi institusi TNI, yang sebenarnya bertentangan dengan prinsip kesamaan di muka hukum,” jelasnya.
Hendardi kemudian mendorong agar KPK berani bersikap tegas dan tetap melanjutkan status tersangka Marsdya Henri Alfiandi dan Letkol Afri Budi Cahyanto dalam kasus tersebut.
Dalam Pasal 65 ayat (2) UU 34/2004 tentang TNI menegaskan bahwa yurisdiksi peradilan militer hanyalah untuk jenis tindak pidana militer. Sedangkan untuk tindak pidana umum, maka anggota TNI juga tunduk pada peradilan umum.
Demikian juga Pasal 42 UU 30/2002 tentang KPK, menegaskan kewenangan KPK melingkupi setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi, baik ia tunduk pada peradilan umum maupun pada peradilan militer.
“Norma-norma dalam UU 31/1997 tentang Peradilan Militer yang mengatur subyek hukum peradilan militer seharusnya batal demi hukum karena UU TNI dan UU KPK telah menegaskan sebaliknya. Yakni, jika anggota TNI melakukan tindak pidana umum, maka tunduk pada peradilan umum,” terangnya.