HOLOPIS.COM, JAKARTA – Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades) hanya akan menimbulkan efek negarif terhadap sistem demokrasi di Indonesia.
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana menilai, perpanjangan masa jabatan menjadi 9 tahun itu hanya akan menyuburkan oligarki dan dinasti kepempinan yang di desa.
“Dapat menyuburkan oligarki di desa. Belum lagi ditambah fenomena dinasti yang juga muncul dalam pemilihan kepala desa,” kata Kurnia sebagaimana dikutip Holopis.com dari keterangan tertulisnya, Senin (30/1).
Menurutnya, perpanjangan masa jabatan itu justru akan memperbesar peluang pemerintahan pada sebuah desa dipimpin oleh kelompok yang sama selama puluhan tahun.
Di sisi lain, lanjut Kurnia, persoalan yang mendasar di desa adalah minimnya keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan terkait pembangunan.
Selain itu, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan dan pembangunan desa yang minim pun menjadi kesempatan bagi para pemangku kepentingan di desa untuk melakukan tindak pidana korupsi.
“Disinyalir kerap melatarbelakangi praktik korupsi di sana,” ujar Kurnia.
Berdasarkan data yang dihimpun ICW, praktik korupsi di desa yang ditindak oleh penegak hukum menunjukkan angka yang cukup mengkhawatirkan.
Tindak pidana Korupsi di tingkat pemerintahan paling bawah ini konsisten menduduki posisi teratas selama periode 2015-2021.
“Sepanjang tujuh tahun tersebut, terdapat 592 kasus korupsi di desa dengan nilai kerugian negara mencapai Rp 433,8 miliar,” terang Kurnia.
Dia menyebut, korupsi di tingkat pemerintahan desa itu terus meningkat seiring bertambahnya alokasi dana desa yang diberikan oleh pemerintah pusat.
ICW memandang, korupsi di tingkat desa menimbulkan kerugian yang dirasakan secara langsung oleh masyarakat desa. Kurnia pun meminta untuk menjadikan persoalan ini menjadi perhatian utama pemerintah.
“Hingga saat ini, belum ada solusi dan langkah pencegahan efektif untuk menekan korupsi di desa,” pungkasnya.
