HOLOPIS.COM, JAKARTA – Partai Buruh dan Konferderasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengancam akan menggelar aksi demonstrasi besar-besaran dalam skala nasional, dengan titik utama di Istana Negara dan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
Para serikat buruh tersebut juga mengancam akan menggelar aksi demo serentak di berbagai wilayah, termasuk di Semarang, Jawa Tengah, pada 5 Maret 2025 mendatang.
Presiden Partai Buruh, Said Iqbal mengatakan, bahwa aksi demo serentak ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap PHK massal yang dilakukan terhadap ribuan karyawan PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex yang diketahui telah resmi bangkrut per Jumat (28/2).
“Aksi ini adalah cara kami mendukung pemerintahan yang bersih, dengan menunjukkan bahwa pelanggaran terhadap buruh harus dihentikan,” kata Said dalam keterangan persnya, seperti dikutip Holopis.com, Minggu (2/3).
Pria yang juga Presiden KSPI itu mengatakan, bahwa negara tidak boleh lepas tangan dalam tragedi PHK massal ini. Buruh Sritex, kata dia, harus mendapatkan hak-haknya secara penuh, dan permainan kotor di balik kepailitan Sritex harus segera diungkap.
Menurutnya, PHK massal terhadap ribuan buruh Sritex akibat proses pailit adalah tindakan illegal dan bertentangan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Hal ini sebagaimana diatur dalam Putusan Mahkamah Konstitusi terbaru No 168/PUU-XXI/2023 dan Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan yang berlaku saat ini.
Said Iqbal menilai, PHK terhadap ribuan buruh Sritex tidak melalui mekanisme bipartit antara serikat pekerja dan manajemen perusahaan, apalagi dilanjutkan ke tahap tripartit bersama mediator dari Dinas Tenaga Kerja.
“Kalau memang ada hasil perundingan antara serikat pekerja dan manajemen, tunjukkan notulennya,” ujarnya.
Said Iqbal menyebut, bahwa di lapangan justru yang terlihat, buruh diminta secara individual untuk mendaftarkan PHK. Sehingga, menurutnya apabila hal itu benar terjadi, maka patut diduga adanya aksi intimidasi.
Belum lagi, kata dia, buruh tidak diberi kesempatan menolak PHK melalui proses di hadapan pegawai mediator bila tidak setuju dengan hak-haknya yang akan didapat. Padahal menurutnya, seharusnya buruh mendapat ruang untuk menyampaikan ketidaksetujuan terhadap PHK maupun besaran hak yang diterima.
Namun kenyataannya, yang terjadi justru buruh diajak menyanyi-nyanyi sambil menangis. Dia pun juga menyayangkan negara absen dalam perlindungan terhadap buruh.
Bahkan, dia menilai Menteri dan Wakil Menteri Ketenagakerjaan tidak menjalankan peran sebagaimana mestinya. Dinas Tenaga Kerja pun, kata dia, juga tidak menunjukkan keterlibatan dalam proses PHK massal ini.
“Menteri dan Wakil Menteri Ketenagakerjaan hanya lip service, tidak memahami mekanisme perselisihan PHK. Satu kasus Sritex saja tidak bisa diurus, bagaimana akan menyelamatkan industri nasional,” ujar Said Iqbal.
“Karena itu, Partai Buruh mendesak agar Menteri dan Wakil Menteri Ketenagakerjaan dicopot dari jabatannya,” tegasnya sekaligus memungkasi.