HOLOPIS.COM, JAKARTA – KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) mendalami sejumlah hal saat memeriksa mantan Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Kementerian Agama (Kemenag) Subhan Cholid pada hari ini, Rabu 12 November 2025. Salah satunya terkait penyediaan layanan bagi jemaah haji.
Demikian diungkapkan Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan. Selain itu, juga didalami soal pembagian 20.000 jatah jamaah tambahan dari pemerintah Arab Saudi untuk pemerintah Indonesia.
“Dalam pemeriksaan terhadap saksi SC hari ini, penyidik mendalami pengetahuannya terkait pembagian kuota haji 50:50 serta penyediaan layanan bagi jemaah haji,” ucap Budi, seperti dikutip Holopis.com hari ini.
Subhan sendiri memilh bungkam usai diperiksa di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan. Dia bergegas cepat meninggalkan markas lembaga antirasuah tanpa merespon pertanyaan awak media.
“Nanti ke penyidik saja,” imbuh Subhan.
KPK memastikan terus mendalami penyidikan kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji. Pada pekan lalu, Penyidik KPK memeriksa sejumlah biro perjalanan haji atau Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) di wilayah Sulawesi Selatan dan Kalimantan Timur. Pemeriksaan dilakukan untuk mengumpulkan data pendukung terkait dugaan penyimpangan pengelolaan dana haji.
Dalam penyidikan, KPK menemukan bukti adanya permintaan uang percepatan keberangkatan haji oleh oknum Kemenag kepada jamaah. Modusnya, jamaah yang seharusnya menunggu antrean 1–2 tahun dijanjikan bisa berangkat di tahun yang sama (T-0). Dengan syarat membayar sejumlah uang percepatan mulai dari USD2.400 hingga USD7.000 per kuota.
Hingga saat ini, penyidik telah memeriksa lebih dari 350 biro travel haji di seluruh Indonesia. Proses ini juga dilakukan paralel untuk kebutuhan penghitungan kerugian keuangan negara.
“Sampai dengan saat ini sudah lebih dari 350 travel yang diperiksa. Paralel untuk kebutuhan penghitungan kerugian negaranya. Setiap informasi dari PIHK dibutuhkan untuk memperkuat alat bukti. Serta, memperjelas alur dugaan tindak pidana korupsi,” ujar Budi Prasetyo.
Kasus ini berawal dari kebijakan Yaqut Cholil Qoumas saat menjabat Menag, yang mengubah alokasi tambahan 20.000 kuota haji periode 2023–2024. Perubahan itu dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019.
Sejauh ini, KPK telah menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) umum untuk kasus ini. Sprindik umum tersebut menggunakan Pasal 2 Ayat 1 dan/atau Pasal 3 UU nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.



