HOLOPIS.COM, JAKARTA – Ratusan Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Kupang (UMK) memadati Aula Kampus pada Selasa (24/6) dalam sebuah kuliah umum bertajuk “Melawan Radikalisme dan Intoleransi: Memperkuat Harmoni dalam Kehidupan Kampus”.
Acara ini menjadi panggung edukasi strategis untuk membekali mahasiswa dalam menangkal paham ekstrem yang mulai merambah lingkungan akademik.
Kegiatan ini menghadirkan dua pembicara utama, yakni Rektor UMK Prof. Dr. Zainur Wula, dan Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Wilayah NTT Drs. Husen Anwar, yang keduanya menyoroti pentingnya kesadaran kolektif generasi muda terhadap bahaya radikalisme dan intoleransi.
BACA JUGA
Dalam paparannya, Prof. Zainur Wula menekankan bahwa geopolitik dan geoekonomi global secara tidak langsung menciptakan peluang masuknya ideologi-ideologi asing ke Indonesia. Posisi strategis Indonesia dalam peta global membuat negara ini menjadi “magnet” kepentingan dari luar, termasuk paham radikal.
“Ketika nilai-nilai Pancasila tidak dipahami dan diinternalisasi dengan baik, masyarakat bisa rentan terhadap pergeseran nilai dan paham ekstrem,” ujar Prof. Zainur dalam keterangan yang diterima Holopis.com.
Menurutnya, pendalaman Pancasila tidak cukup hanya dalam ruang kelas, namun harus diterapkan dalam perilaku sehari-hari, termasuk di lingkungan kampus yang kerap menjadi lahan subur bagi agitasi radikal.
Sementara itu, Drs. Husen Anwar dari MUI NTT menjelaskan bahwa radikalisme berakar dari pemahaman sempit dan tekstual terhadap agama, yang tidak mempertimbangkan konteks sosial dan nilai-nilai kemanusiaan universal.
“Radikalisme lahir dari ekstrimisme, dan intoleransi adalah bibitnya. Ini bisa dicegah dengan pemahaman keagamaan yang moderat dan terbuka,” tegasnya.
Ia mengingatkan pentingnya moderasi beragama sebagai penangkal ideologi kekerasan, sekaligus sebagai jembatan untuk membangun kerukunan dalam masyarakat yang plural seperti Indonesia.
Resonansi pesan para narasumber tak berhenti di ruang aula. Salah satu mahasiswa, Benediktus Pusjoyo Kedang, menyampaikan apresiasinya atas kuliah umum ini. Ia menilai bahwa peran mahasiswa sebagai agen perubahan harus dimulai dengan penolakan terhadap intoleransi.
“Ini pengingat bagi kami untuk menguatkan ideologi Pancasila dalam praktik, bukan hanya hafalan,” kata Benediktus, yang juga menjabat Ketua Umum Dessausure Community di UMK.
Ia menyatakan bahwa komunitasnya berkomitmen menyebarkan semangat toleransi dan anti-radikalisme melalui karya sastra, diskusi terbuka, hingga kampanye damai di lingkungan kampus.
Kuliah umum ini menjadi momentum penting bagi UMK Kupang dalam membangun benteng ideologis bagi mahasiswanya. Dengan pemahaman yang benar tentang Pancasila dan moderasi beragama, mahasiswa diharapkan menjadi pelopor kerukunan dan penjaga harmoni di tengah tantangan global.
