HOLOPIS.COM, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa kemampuan pendanaan pemerintah hanya mampu menutupi sekitar 40 persen dari total kebutuhan investasi Infrastruktur nasional yang diperkirakan mencapai USD625 miliar untuk periode 2025–2029.
Pernyataan tersebut disampaikan Sri Mulyani saat memberikan sambutan dalam acara International Conference on Infrastructure (ICI) 2025 yang berlangsung di Jakarta, pada Kamis (12/6) kemarin.
Dalam sambutannya, Sri Mulyani menekankan pentingnya keterlibatan sektor swasta dan penciptaan skema pembiayaan yang inovatif untuk menutup kesenjangan pendanaan.
BACA JUGA
- Sri Mulyani Ajak Danantara Perkuat Tata Kelola Investasi di Sektor Energi
- Sri Mulyani Revisi Proyeksi Ekonomi 2025 Jadi 5 Persen
- Presiden Prabowo Lebih Percaya Swasta Ketimbang BUMN Untuk Garap Proyek Infrastruktur
- 30 Tahun Cuma Jadi Wacana, Prabowo Gaspol Bangun Giant Sea Wall Jawa Utara
- Dunia Makin Instan, Pemerintah Tetap Fokus Bangun Fondasi Ekonomi Jangka Panjang
“Kita menghadapi gap pendanaan yang besar. Ini akan membutuhkan partisipasi sektor swasta dan dukungan dari banyak mitra, juga menuntut terciptanya mekanisme pendanaan yang inovatif,” ujarnya dalam keterangan tertulis, seperti dikutip Holopis.com, Jumat (13/6).
Ia juga menyoroti tantangan global yang mempersulit pembangunan infrastruktur, mulai dari ketegangan geopolitik, perlambatan ekonomi dunia, hingga ancaman perubahan iklim. Menurutnya, pembangunan ke depan harus lebih tangguh dan inklusif.
“Saat ini, infrastruktur bukan lagi sekadar menghubungkan jalan, pelabuhan, dan kota, melainkan juga tentang menghubungkan pembangunan dengan dampaknya. Infrastruktur harus dirancang dengan ketahanan iklim, tanggung jawab lingkungan, sekaligus memberikan hasil yang inklusif, sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan,” jelas Sri Mulyani.
Untuk menjawab tantangan tersebut, pemerintah telah mengembangkan berbagai instrumen pembiayaan seperti kerangka kerja ESG, Project Development Facility (PDF), Viability Gap Fund (VGF), Availability Payment, serta jaminan dari Indonesia Infrastructure Guarantee Fund (IIGF).
Platform SDG Indonesia One juga disebut berhasil menghimpun komitmen USD3,29 miliar dari 38 mitra, dan menyalurkan USD399 juta untuk 118 proyek.
Selain itu, Indonesia juga menjadi salah satu negara berkembang pertama yang menerbitkan Green Sukuk dengan total penerbitan global mencapai USD6,6 miliar dan domestik sebesar Rp78,7 triliun.
Bendahara negara tersebut berharap agar seluruh kerangka tersebut dapat mendukung pembangunan infrastruktur di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
“Ini akan menjadi perjalanan panjang. A long and winding road, seperti lirik lagu. Tapi kita yakin akan mencapai tujuan Indonesia untuk menjadi negara yang makmur, berkeadilan,” pungkasnya.
