Kesulitan Ekonomi Redupkan Semangat Hari Raya Idul Adha Warga Yaman

0 Shares

JAKARTA – Menjelang Hari Raya Idul Adha, jutaan warga Yaman terpaksa harus sengsara ketika umat muslim merayakan Idul Adha. Masyarakat Yaman harus memilih antara tradisi keagamaan dan kelangsungan hidup dari segi ekonomi, apalagi dengan melonjaknya harga ternak yang membuat biaya untuk membeli hewan kurban tidak terjangkau bagi banyak rumah tangga.

Hari raya umat Islam yang jatuh pada Jumat (6/6) ini biasanya ditandai dengan penyembelihan kambing, domba, atau sapi. Namun setelah bertahun-tahun mengalami konflik dan keruntuhan ekonomi, hari raya yang dahulu merupakan momen penuh sukacita di Yaman justru berubah menjadi sumber kecemasan bagi keluarga-keluarga yang kesulitan memenuhi kebutuhan dasar.

- Advertisement -Hosting Terbaik

Seorang pedagang di Yaman mengatakan akibat jatuhnya nilai mata uang riyal, daya beli masyarakat menjadi sangat anjlok.

“Jatuhnya nilai mata uang riyal dan naiknya biaya transportasi telah menghancurkan daya beli masyarakat,” kata Fahed Baleed, seorang pedagang ternak di Aden, dikutip Holopis.com, Kamis (5/6).

- Advertisement -

Mata uang Yaman telah jatuh menjadi 2.535 riyal (100 riyal Yaman = Rp6.678) terhadap dolar AS, mendorong beberapa pedagang untuk menetapkan harga ternak dalam mata uang asing. Tekanan ekonomi ini memaksa banyak keluarga untuk meninggalkan praktik-praktik keagamaan yang telah lama dijalankan.

“Saya hanya akan membeli apa yang dibutuhkan anak-anak saya untuk makan,” kata Umm Mazen, seorang ibu dari empat anak yang tidak mampu membeli hewan kurban tahun ini.

Sementara itu, harga pakaian anak-anak meningkat lebih dari 150 persen sejak tahun lalu, mendorong banyak keluarga untuk memanfaatkan apa yang sudah mereka miliki.

Sebagai informasi Sobat Holopis, perayaan hari raya yang suram ini mencerminkan tantangan kemanusiaan yang lebih luas di Yaman, di mana lebih dari 17 juta orang, atau hampir separuh dari total populasi, diperkirakan akan menghadapi kerawanan pangan akut tahun ini, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sebagian besar dari mereka berada di wilayah utara yang dikuasai Houthi.

Perang yang telah memasuki dekade keduanya ini memicu apa yang disebut PBB sebagai krisis kemanusiaan terburuk di dunia. Meskipun upaya mediasi telah dilakukan berulang kali, perdamaian yang langgeng masih sulit dicapai.

- Advertisement -
Ikuti kami di Google News lalu klik ikon bintang. Atau kamu juga bisa follow WhatsaApp Holopis.com Channel untuk dapat update 10 berita pilihan redaksi dan breaking news.
0 Shares
💬 Memuat kolom komentar Facebook...
Cloud Startup - Bikin Website Kamu Makin Ngebut

Berita Terkait

Terbaru

holopis holopis