JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama Bank Indonesia (BI) menggelar rapat koordinasi (rakor) tahunan yang rutin dilakukan setiap akhir tahun, pada jumat (27/12). Rapat tersebut dihadiri oleh Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani dan Gubernur BI, Perry Warjiyo.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso menyampaikan, rakor tahunan itu membahas rencana penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dan operasi moneter tahun 2025, sebagai bagian dari sinergi antara kebijakan fiskal dan moneter.
“Sinergi erat antara kebijakan fiskal dan moneter secara berkelanjutan sangat penting untuk tetap terjaganya stabilitas fiskal, stabilitas moneter khususnya stabilitas nilai tukar rupiah, dan Stabilitas Sistem Keuangan dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” kata Ramdan dalam pernyataan bersama, seperti dikutip Holopis.com, Sabtu (28/12).
Berdasarkan peraturan yang berlaku, pemerintah terlebih dahulu berkoordinasi dan berkonsultasi dengan BI dalam penerbitan SUN dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) agar selaras dengan arah kebijakan dan rencana operasi moneter bank sentral.
Sebelumnya, Kemenkeu telah mengumumkan rencana penerbitan SBN di pasar domestik untuk memenuhi kebutuhan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Di sisi lain, BI juga akan melakukan pembelian SBN dari pasar sekunder pada 2025 sejalan dengan rencana operasi moneter.
Kemenkeu dan BI sepakat penerbitan SBN oleh pemerintah serta pembelian SBN dari pasar sekunder oleh BI akan dilakukan dengan berdasar kepada prinsip-prinsip kebijakan fiskal dan moneter yang prudent serta tetap menjaga disiplin dan integritas pasar.
Kemenkeu menyatakan bahwa strategi penerbitan SBN baik dari sisi besaran, jadwal penerbitan, tenor, instrumen, maupun metode penerbitan termasuk melalui transaksi bilateral (bilateral buyback/debt switch) dan penawaran umum, dilakukan secara terukur, antisipatif dan fleksibel.
Penerbitan SBN juga didukung oleh pengelolaan portofolio utang yang efektif dengan menerapkan prinsip kehati-hatian serta didukung manajemen risiko utang yang kuat, sehingga dapat menjaga struktur utang pemerintah tetap sehat, aman dan berkesinambungan.
Di sisi lain, BI menyatakan bahwa pembelian SBN dari pasar sekunder telah memperhitungkan kebutuhan permintaan likuiditas karena kenaikan uang primer, baik dalam bentuk uang kartal, rekening giro bank di BI, maupun Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang dipegang oleh penduduk bukan bank.
Jumlah pembelian SBN dari pasar sekunder oleh BI juga mempertimbangkan perubahan likuiditas karena lalu lintas devisa dan operasi keuangan Pemerintah, kenaikan kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM), operasi moneter rupiah dan valuta asing, serta SBN milik BI yang akan jatuh tempo selama tahun 2025.