KEPRI – Dirreskrimsus Polda Kepri Kombes. Pol. Putu Yudha Prawira menyampaikan bahwa hasil pengungkapan tim dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kepulauan Riau, ditemukan kasus eksploitasi anak di bawah umur oleh tersangka berinisial PS.
Dalam paparannya, tersangka menjual-belikan jasa esek-esek anak di bawah umur tersebut melalui akun media sosial Kaskus dengan nama akun Pancalhalu.
“Pelaku, yang diidentifikasi berinisial P.S., menggunakan aplikasi Kaskus untuk memasarkan jasa prostitusi,” kata Putu dalam keterangan persnya, Selasa (10/12) kemarin.
Komunikasi dirinya dengan calon customernya dilakukan melalui pesan rahasia atau private message. Kemudian dari sana bertukarlah nomor WhatsApp untuk melanjutkan transaksi mereka.
“Setelah berkomunikasi melalui fitur pesan pribadi, pelaku akan mengarahkan calon pelanggan untuk melanjutkan komunikasi melalui aplikasi WhatsApp,” ujarnya.
Lantas, PS akan memberikan daftar calon korbannya yang disebut terdapat 26 perempuan pilihan untuk bisa melayani aksi ranjang pelanggannya itu.
“Dalam penawaran tersebut, pelaku menyediakan katalog yang berisi foto dan informasi 26 perempuan yang dapat dipesan untuk layanan seksual. Salah satu perempuan dalam katalog tersebut diketahui masih berusia 17 tahun, yang berarti berada di bawah umur dan dilindungi oleh hukum,” jelasnya.
Untuk layanan esek-esek versi cepat alias short time, PS membadrol dengan harga Rp800 ribu dengan cara melakukan transfer di muka.
“Pelaku diketahui telah menjalankan praktik ini selama tiga tahun terakhir. Ia juga aktif merekrut perempuan untuk dimasukkan dalam katalog yang dipasarkan di media sosial,” terang Putu.
Atas kasus ini, PS disangkakan dengan pasal berlapis. Antara lain, pasal 88 juncto Pasal 76I Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mengatur bahwa pelaku dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Selain itu, Pasal 30 juncto Pasal 4 ayat (2) huruf D Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi menetapkan ancaman pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun, serta pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Kemudian, Pasal 45 ayat (1) juncto Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyatakan bahwa pelaku dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).