JAKARTA – KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menduga terjadi pengkondisian terkait pengadaan jasa sarana fasilitas pengolahan karet 2021-2023 di Kementerian Pertanian (Kementan). Salah satunya diduga terjadi pengaturan lelang.
Hal tersebut diketahui setelah tim penyidik KPK memeriksa tiga saksi kasus tersebut pada Kamis (28/11). Ketiga saksi itu yakni, Direktur PT Sintas Kurama Perdana periode Mei 2020 – Oktober 2024, Rosy Indra Saputra; JFPPBJ Madya – Biro Umum & Pengadaan 2019 – 2024 sekaligus PNS, Renny Maharani; dan karyawan swasta Arsyad Nursalim.
“Didalami terkait dengan proses lelang untuk Pengadaan Sarana Fasilitasi Pengolahan Karet pada Kementerian Pertanian Tahun Anggaran 2021 s.d 2023 dan pengetahuan mereka terkait dengan pengaturan lelang,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika dalam keteranganya, seperti dikutip Holopis.com, Jumat (29/11).
Namun, Tessa saat ini belum mau menjelaskan lebih rinci soal dugaan pengaturan lelang tersebut. Mengingat proses pendidikannya sedang diintensifkan.
Diketahui, KPK saat ini telah meningkatkan pengusutan kasus dugaan korupsi terkait dengan pengadaan barang atau jasa sarana fasilitasi pengolahan karet pada Kementerian Pertanian Tahun Anggaran 2021 – 2023 ke tahap penyidikan. Dalam peningkatan stastus ini, lembaga antikorupsi telah menetapkan tersangka. Berdasarkan informasi yang dihimpun, KPK sejauh ini baru menjerat satu orang sebagai tersangka.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu sebelumnya mengungkap modus dugaan korupsi terkait pengadaan jasa sarana fasilitas pengolahan karet ini. KPK menduga terjadi penggelembungan anggaran pembelian zat pengentalan getah karet.
“Jadi kami saat ini juga sedang menangani perkara terkait pengadaan, saya namanya lupa, tapi asam yang digunakan untuk mengentalkan karet. Kalau dulu dibilangnya asam semut, namanya ada untuk mengentalkan karet. Nah, asam ini, pengadaan asam ini itu jadi sudah ada barangnya gitu, ada pabrik pupuk di Jawa Barat ini menghasilkan asam itu. Nah, ini diperlukan dalam pengentalan karet,” kata Asep Guntur Rahayu.
Pihak Kementan, sambung Asep, lalu membeli produk itu untuk nantinya disalurkan kepada para petani karet. Hanya saja, saat proses pembelian ternyata terjadi penggelembungan harga.
“Jadi harganya tadinya yang dijual misalnya Rp 10 ribu per sekian liter menjadi Rp 50 ribu per sekian liter. Jadi lebih mahal gitu, dinaikkan harganya. Di situ, jadi terjadi penggelembungan harga,” ungkap Asep.
Namun, Asep saat ini belum mau mengungkap dugaan kerugian negara atas modus rasuah penggelembungan harga tersebut. Asep juga belum mau mengungkap pihak yang telah dijerat atas kasus ini.
“Nanti kami sampaikan,” tandas Asep.