Untuk mencapai kondisi tersebut, Ikhsan menjelaskan bahwa tahapan yang harus dilakukan adalah internalisasi prinsip prinsip HAM pada SDM Polri, serta penegakan hukum yang berkualitas melalui aparat penegak hukum yang berkompeten dan berintegritas.
Di samping itu, isu terkait dengan kesehatan mental yang sempat dilontarkan oleh Kapolda Sumbar Irjen Suharyono juga perlu mendapat perhatian pimpinan Polri dalam rangka mencegah penggunaan senjata api berlebihan.
“Temuan SETARA Institute dalam studi Desain Transformasi Polri (2024) menjelaskan bahwa kesehatan mental menjadi kebutuhan yang kurang mendapat perhatian dan pembinaan. Kondisi ini rentan memengaruhi anggota kepolisian dalam menjalan kinerjanya, sehingga berpotensi memicu tindakan-tindakan yang tidak proporsional,” terang Ikhsan.
Terakhir adalah minimnya perhatian terhadap kesejahteraan anggota Polri berpotensi dan telah secara nyata mengakibatkan berkembangnya bisnis-bisnis ilegal yang dilakukan oknum anggota Polri, termasuk jasa pengamanan bisnis, sebagaimana yang menjadi latar belakang penembakan polisi di Solok, Sumatera Barat.
Keterbukaan motif penembakan yang pada pokoknya adalah bisnis pengamanan dan kemungkinan keterlibatan dalam bisnis ilegal, adalah fenomena gunung es yang sesungguhnya banyak terjadi di berbagai tempat. Hal ini menurut Ikhsan juga harus menjadi perhatian serius Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo agar kasus-kasus penyalahgunaan, penyelundupan dan pelanggaran lain yang berkaitan dengan persenjataapian tidak lagi terjadi.
“Kapolri harus menempatkan masalah ini sebagai prioritas penataan institusi Polri yang dituntut melakukan transformasi institusi guna mendukung kemajuan Indonesia 2045,” pungkasnya.