Ketimpangan ini menurut Awe bisa dijelaskan dengan bagaimana pembangunan politik di Banten dilakukan dengan basis kekeluargaan. Bagaimana Provinsi Banten dikuasai oleh satu keluarga yang akhirnya mendominasi di berbagai Kabupaten Kota di sana.
“Dengan adanya politik di dinasti politik di Banten sangat berdampak buruk khususnya membangun serikat organisasi pergerakan di Banten cukup sulit. Justru yang paling banyak kita temukan ada gerakan masyarakat sipil yang mendukung pemerintah daerah ketimbang mengritik,” jelasnya.
Oleh sebab itu, ia berharap para pemuda dan aktivis di Banten mulai ikut melakukan penyadaran politik secara meluas, sehingga masyarakat sipil lainnya bisa ikut aktif melakukan perbaikan dan pembangunan di wilayah mereka.
“Saya pengin anak-anak muda di Banten turut aktif membangun demokrasi inklusif, karena Banten itu masih sangat jauh sekali (kesadaran politik dan pembangunan daerahnya -red),” tukas Awe.
Upaya ini menurutnya bisa menjadi langkah yang efektif agar Banten tidak kembali ke masa lama yang dinilai banyak sekali catatan buruknya.
“Kalau waktu Atut dulu ada politik dinasti, ini kultur politik jahiliyah yang banyak sekali mudharatnya. Dengan adanya runtuhnya Atut waktu ditangkap itu mulai kendur tuh, sudah mulai mengarah ke bentuknya oligarki, belum sampai ke demokrasi inklusif. Tapi yang penting jangan sampai kembali ke politik jahiliyah, jangan kita berantem lagi sama jawara gara-gara kita cuma pengin demonstrasi di depan kantor pemerintahan di Banten,” tutur Awe.
“Jangan sampai masyarakat sipil itu kegiatannya hanya mendukung pemerintahan Banten saja. Karena banyak kasus krisis lingkungan seperti pencemaran dari limbah-limbah pabrik ini (sepanjang ada politik dinasti di Banten),” sambungnya.
Dalam momentum Pilkada 2024, baik Pilgub dan Pilwakot/Pilbup di Banten, ia berharap masyarakat sadar dan jangan memilih calon yang berasal dari irisan politik dinasti sebelumnya.
“Jangan sampai kita kembali ke era jahiliyahnya Banten. Jangan memilih calon yang pro pada dinasti politik khususnya dinasti politik sebelumnya,” ucapnya.
Sementara itu, Founder Nusa Ina Connection Abdullah Kelrey lebih mendorong agar pelaporan yang dilakukan masyarakat Banten terhadap paslon Airin-Ade atas dugaan pelanggaran kampanye ditempat pendidikan dan tempat ibadah segera ditindak lanjuti oleh Bawaslu.
“Bawaslu saatnya harus mendapatkan perhatian yang baik, jangan sampai bawaslu ini cuma di gaji oleh negara ya, rakyat gaji tapi kerjanya ga ada,” ucap Kelrey.
Dikatakannya, momentum pelaporan ini, diusahakan untuk ditindaklanjuti dan itu harus wajib didorong oleh seluruh rakyat Banten yang peduli dengan demokrasi.
“Mari sama-sama kita dorong agar bawaslu segera mengambil sikap dan menyelesaikan pelaporan tersebut,” sambungnya.
Kelrey melanjutkan dinasti politik Banten itu dengan KKN (Korupsi Kolusi dan Nepotisme), dan ibaratnya adik kakak.
“KKN memang tidak boleh hidup berkembang. Jangankan hidup, jangankan berkembang, jangan sampai ada akar-akarnya di negara yang kita banggakan. Kita bicara demokrasi, tapi satu sisi kita mendukung dinasti politik. Sudahlah itu peninggalan zaman belanda, peninggalan zaman penjajah. Urusan-urusan seperti itu jangan lagi kita hidupkan di era demokrasi ini,” kata dia lagi.