Berita Holopis JAKARTA – Pengusaha mengaku was-was dengan rencana pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen pada tahun 2025.

Ketua Umum Himpunan Peritel & Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO), Budihardjo Iduansjah menyebut, meskipun kenaikan PPN tersebut baru sebatas rencana, namun dampaknya sudah terasa bagi pihaknya.

Sebab alih-alih masyarakat berbondong-bondong membeli barang sebelum PPN naik, masyarakat justru menyerukan stop membeli barang sebagai bentuk protes kepada pemerintah atas kenaikan tarif PPN.

“Bukan borong, ya malah memboikot, udah nggak usah beli barang, bayar PPN,” kata Budi dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Selasa (19/11).

Menurutnya, hal tersebut akan berdampak buruk pada perekonomian. Sebab angka konsumsi masyarakat yang selama ini mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional, justru akan menurun.

“Nah, sebenarnya itu kan nggak baik, karena konsumsi itu kan harus semua orang belanja, semua orang mau spend money, kalau semua orang saving, nggak bergerak ekonominya,” terangnya.

Untuk itu, pihaknya di sektor ritel mendorong pemerintah untuk menunda kenaikan tarif PPN sampai kondisi perekonomian nasional cukup siap dalam menghadapi efek domino dari kenaikan tarif pajak tersebut.

“Ditunda (Kenaikan PPN 12 persen). Timing-nya nggak tepat. Ya setahun-setahun aja (ditundanya) lihat lah. Siapa tahu nanti tahun depan bagus banget. Kalau lagi bagus, gapapa,” ungkapnya.

Pun terkait kebijakan kenaikan PPN yang merupakan amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), Budi menyebut seharusnya ada mekanisme reviu terkait dengan kondisi perekonomian.

“Tapi kan di undang-undang itu bisa turun juga. Kalau nggak salah, boleh di-review turun atau naik. Ini nggak tahu kenapa naik mulu,” tandasnya.