Holopis.com HOLOPIS.COM, JAKARTA – KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) mengantongi sejumlah bukti dan informasi dugaan aliran uang hasil Kerja sama Usaha (KSU) dan Akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Tahun 2019-2022. Diduga uang hasil KSU dan Akuisisi mengalir ke sejumlah pihak. 

Dugaan itu didalami tim penyidik KPK saat memeriksa GM Keuangan PT Jembatan Nusantara, Hasmara Noor pada hari ini, Rabu (6/11). Hasmara yang diperiksa sebagai saksi didalami terkait dengan keuangan PT Jembatan Nusantara setelah proses akuisisi. 

“Saksi didalami terkait dengan keuangan PT JN (Jembatan Nusantara) setelah proses akuisisi,” ucap Tim Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo dalam keterangannya, seperti dikutip Holopis.com.

Dalam pengusutan kasus ini, penyidik KPK juga curiga atas penilaian kapal-kapal PT Jembatan Nusantara yang masuk bagian aset yang diakuisisi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero). Dugaan itu didalami penyidik KPK saat memeriksa Penilai KJPP MBPRU Batam, Kokoh Pribadi pada hari ini. 

“Saksi didalami terkait dengan penilaian aset kapal yang mencurigakan,” ujar Budi. 

Tim penyidik KPK juga mendalami identitas dan usia kapal-kapal yang diakuisisi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) dari PT Jembatan Nusantara. Itu didalami penyidik saat memeriksa Kepala Sub Direktorat Pengukuran, Pendaftaran dan Kebangsaan Kapal Kementerian Perhubungan (Kemenhub) RI, Alwan Rasyid pada Selasa (5/11) kemarin.

“Saksi hadir, dimintai keterangan terkait identitas dan usia kapal-kapal yang diakuisisi oleh ASDP,” ujar Budi. 

KPK sebelumnya menyatakan mengantongi bukti dan informasi adanya keterlibatan pihak lain dalam kasus dugaan korupsi kerja sama usaha (KSU) dan Akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero). Pihak lain yang dimaksud diluar pihak yang telah dijerat sebagai tersangka dalam kasus ini. 

Diketahui, KPK telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus ini. Berdasarkan informasi yang dihimpun, empat tersangka itu yakni Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry, Ira Puspadewi; Harry MAC selaku direktur perencanaan dan pengembangan PT ASDP; Yusuf Hadi yang merupakan direktur komersial dan pelayanan PT ASDP; serta Adjie yang merupakan pemilik PT Jembatan Nusantara.

“Pihak lain itu tentu bukan pihak yang sudah ditetapkan tersangka,” ungkap Juru Bicara KPK Tessa Mahardika di Gedung Merah Putih KPK, Jaksel, seperti dikutip Holopis.com, Selasa (29/10). 

Sayangnya saat ini Tessa belum mau mengungkap sosok pihak lain tersebut. Tessa juga merespon diplomatis saat disinggung soal dugaan aliran uang korupsi dalam kasus ini ke pihak lain itu. Yang jelas, terkait pihak lain termasuk dugaan aliran dana itu sedang didalami penyidik KPK dalam proses penyidikan. 

“Sedang didalami (aliran dana, red),” tegas Tessa. 

Keterlibatan pihak lain itu didalami penyidik KPK saat memeriksa sejumlah saksi. Di antaranya Hendra Setiawan selaku Vice President Teknologi Informasi PT ASDP dan Evi Dwijayanti yang merupakan Vice President PT ASDP pada Senin (28/10). 

“Didalami proses KSU dan akuisisi yang dilakukan oleh PT ASDP dan juga didalami terkait pengetahuan mereka mengenai peran pihak-pihak lainnya,” ujar Tessa. 

Dalam pengusutan kasus ini, KPK telah menyita 15 aset yang bernilai ratusan miliar rupiah dari pemilik PT Jembatan Nusantara, Adjie. Dari 15 aset yang telah disita KPK, empat terletak di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan. 

Selain dikawasan elit itu, belasan aset yang disita tersebar di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Bogor, hingga Surabaya. Ditaksir aset-aset itu bernilai ratusan miliar rupiah.  

KPK membuka peluang menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus dugaan korupsi kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry tahun 2019-2022. Hal itu saat ini sedang didalami tim penyidik lembaga antikorupsi. 

Disebutkan, penerapan pasal pencucian uang untuk menjangkau aset yang sudah disembunyikan oleh para pelaku tindak pidana korupsi. Terlebih, penyamaran aset itu menyulitkan pemulihan aset atau asset recovery. 

Akan tetapi jika KPK bisa melakukan penyelamatan aset menggunakan pasal kerugian keuangan negara dalam kasus ASDP, maka lembaga antikorupsi tak akan menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) TPPU. Adapun surat perintah penyidikan (sprindik) yang sudah diterbitkan dalam kasus ASDP ini diketahui berkaitan dengan Pasal 2 dan Pasal 3 atau kerugian negara. 

Diketahui, KPK saat ini sedang mengusut kasus korupsi kerja sama usaha (KSU) dan Akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero). Sejauh ini diduga telah terjadi kerugian negara yang disinyalir mencapai Rp 1,27 triliun. 

BalasTeruskanTambahkan reaksi