HOLOPIS.COM, JAKARTA – Seorang guru honorer bernama Supriyani asal Konawe, Sulawesi Tenggara, dijadikan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penganiayaan siswa, yang berinsial D (6) yang diduga sebagai anak seorang polisi.
Kapolres Konawe Selatan, AKBP Febry Sam menyatakan bahwa kasus ini sebenarnya telah dimediasi sebanyak lima kali, namun tidak membuahkan kesepakatan damai. Akibatnya, kasus tersebut ditingkatkan ke tahap penyidikan.
“Sudah dilakukan mediasi (tapi) tidak ada kesepakatan. Makanya statusnya naik ke penyidikan (tersangka) setelah lima kali dimediasi,” ujar Febry, dikutip oleh Holopis.com, Rabu (23/10).
Ia menerangkan awalnya ibu korban yang bernama Nurfitriana melihat ada bekas luka di bagian paha belakang anaknya yang masih SD kelas satu, Kamis, 25 April lalu.
“Alasan korban luka itu akibat jatuh di sawah bersama ayahnya,” kata Febry.
Kemudian, ibu korban menanyakan ke sang suami, Aipda Wibowo Hasyim terkait luka yang dialami anaknya akibat jatuh dari sawah. Sehingga Aipda Wibowo Hasyim menanyakan luka tersebut ke anaknya.
“Suaminya lalu menanyakan ke anaknya, lalu korban menjawab kalau habis dipukul sama gurunya berinisial SP,” ujar Febry.
Tidak terima atas tindakan tersebut, akhirnya Aipda Wibowo melaporkan kasus ini ke Polsek Baito pada tanggal 26 April. Setelah itu dilakukan proses mediasi dengan melibatkan pemerintah setempat.
“Jadi kasus ini sudah dilakukan mediasi dengan melibatkan pemerintah desa setempat. Bahkan suami guru itu juga ikut. Pelaku dianjurkan untuk minta maaf agar kasus ini selesai,” jelas Febry.
Ditagih Uang Rp50 Juta
Sementara itu menurut Ketua PGRI Sultra Abdul Halim Momo, dalam keterangan tersebut saat proses mediasi, Supriyani diminta uang Rp50 juta oleh orang tua siswa. Supriyani juga membantah bahwa ia tidak melakukan tindakan pemukulan terhadap siswanya.
“Saya tanya dengan tulus, dia menangis ke saya dan mengaku tidak melakukan sekejam itu kepada siswanya,” ujar Halim.
Ia heran mengapa guru honorer tersebut dimintai uang dengan jumlah yang fantastis, padahal guru tersebut tidak melakukan kesalahan fatal.
“Pertama dia (Supriyani) harus membayar uang Rp 50 juta, kedua dia harus mundur sebagai guru. Ini ada apa? Dia diminta bersurat ke kadis untuk mundur. Padahal dia tidak melakukan apa-apa,” pungkasnya.