HOLOPIS.COM, JAKARTA – Kelayakan kapal PT Jembatan Nusantara (JN) yang diakuisisi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) menjadi salah satu yang didalami tim penyidik KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).

Kondisi kapal ditelisik penyidik saat memeriksa Kepala SBU Marine and Offshore Migas PT Biro Klasifikasi Indonesia (Persero) Budi Prakoso. 

Budi Prakoso diketahui diperiksa tim penyidik KPK sebagai saksi kasus dugaan korupsi Kerjasama Usaha (KSU) dan Akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Tahun 2019-2022, pada Selasa (22/10) kemarin. 

“Didalami terkait dengan kelayakan kapal PT JN,” ujar juru bicara KPK Tessa Mahardika dalam keterangannya, seperti dikutip Holopis.com, Rabu (23/10). 

Sayangnya, Tessa tak merinci lebih lanjut terkait kelayakan kapal PT JN yang sedang didalami itu. Yang jelas, puluhan aset kapal PT JN yang masuk dalam akuisisi PT ASDP diketahui tidak baru alias bekas. 

Selain Budi Prakoso, penyidik sedianya juga memeriksa Penilai KJPP MBPRU, Muhammad Syarif pada Selasa kemarin. Namun, yang bersangkutan tak hadir. 

“Saksi meminta penjadualan ulang di minggu depan kepada penyidik,” tutur Tessa. 

Dalam pengusutan kasus ini, KPK telah menyita 15 aset yang bernilai ratusan miliar rupiah dari pemilik PT Jembatan Nusantara, Adjie. Ihwal penyitaan aset itu mengemuka usai Adjie diperiksa tim penyidik KPK di gedung Merah Putih KPK pada Selasa (15/10) kemarin. 

Adjie diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi dugaan korupsi terkait kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero). Diduga pemeriksaan Aset di antaranya terkait aset-aset yang telah disita itu. 

KPK membuka peluang menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus dugaan korupsi kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry tahun 2019-2022. Hal itu saat ini sedang didalami tim penyidik lembaga antikorupsi. 

Disebutkan, penerapan pasal pencucian uang untuk menjangkau aset yang sudah disembunyikan oleh para pelaku tindak pidana korupsi. Terlebih, penyamaran aset itu menyulitkan pemulihan aset atau asset recovery. 

Akan tetapi jika KPK bisa melakukan penyelamatan aset menggunakan pasal kerugian keuangan negara dalam kasus ASDP, maka lembaga antikorupsi tak akan menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) TPPU. Adapun surat perintah penyidikan (sprindik) yang sudah diterbitkan dalam kasus ASDP ini diketahui berkaitan dengan Pasal 2 dan Pasal 3 atau kerugian negara. 

Diketahui, KPK saat ini sedang mengusut kasus korupsi kerja sama usaha (KSU) dan Akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero). Sejauh ini diduga telah terjadi kerugian negara yang disinyalir mencapai Rp 1,27 triliun. 

KPK telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus ini. Berdasarkan informasi yang dihimpun, empat tersangka itu yakni Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry, Ira Puspadewi; Harry MAC selaku direktur perencanaan dan pengembangan PT ASDP; Yusuf Hadi yang merupakan direktur komersial dan pelayanan PT ASDP; serta Adjie yang merupakan pemilik PT Jembatan Nusantara.