HOLOPIS.COM, JAKARTA – Sekretaris Jenderal Dewan Eksekutif Nasional Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Dedi Hardianto memberikan respons atas munculnya klaim mogok nasional yang disampaikan Presiden Buruh, Said Iqbal.
Dedi menyatakan bahwa tidak semua buruh terlibat dalam aksi tersebut, sehingga ia memberikan peringatan kepada Said Iqbal agar jangan asal mengklaim mogok nasional atas nama serikat buruh di seluruh Indonesia.
“Kalau ada yang mengklaim bahwa aksi mengatasnamakan buruh, tidak semua buruh turun sesungguhnya. Itu klaimnya dia (Said Iqbal) saja,” kata Dedi, Selasa (22/10).
Kemudian, Dedi pun menambahkan bahwa buruh perlu memahami dengan jelas isu yang diangkat dalam aksi mogok ini soal upah buruh yang mana. Sebab pentingnya serikat buruh menyadari bahwa persoalan yang diangkat mereka adalah terkait UMP sebenarnya hanya berlaku untuk buruh yang bekerja 0-1 tahun.
Padahal, seharusnya fokus serikat buruh tidak terjebak pada rentang waktu tersebut. Namun lebih mengedepankan isu upah berskala untuk buruh yang telah bekerja lebih dari dua tahun, karena inilah yang menjadi esensi dari perjuangan buruh.
“Sekali lagi, ini UMP UMK ini untuk 0-1 tahun dan penetapannya ini yang menetapkan ini adalah gubernur, jadi untuk 0-1 tahun. itu supaya buruh-buruh juga tau bahwa yang didemo upah yang mana?,” tandasnya.
Dedi Kembali menegaskan, jika ada yang mengklaim aksi mengatasnamakan buruh, maka sejatinya tidak semua buruh turun.
Lantas, ia juga berharap, dengan adanya pelantikan menteri tenaga kerja yang baru, akan terbuka ruang dialog untuk membahas persoalan pengupahan, agar semua buruh memahami hak-hak mereka dengan lebih baik.
Sebelumnya, Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengklaim akan melakukan aksi bergelombang pada akhir bulan ini dimulai pada tanggal 24 – 31 Oktober 2024. Selain itu, Presiden KSPI (Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia) ini juga menyiapkan aksi mogok nasional yang akan dilaksanakan serentah oleh seluruh buruh di Indonesia.
Dalam aksinya itu, Iqbal meminta dikabulkannya dua tuntutan, yakni menaikkan upah minimum sebesar 8 – 10 persen, dan pencabutan omnibus law UU Cipta Kerja.