HOLOPIS.COM – Mantan Kepala Urusan Dakwah Jamaah Islamiyah (JI) Mustaqim Safar mengajak semua eks Jamaah Islamiyah untuk kembali ke NKRI dan berkontribusi lebih besar untuk kemaslahatan bangsa dan negara, serta agama.
Hal ini disampaikan sebagai tindak lanjut dari sosialisasi pembubaran Jamaah Islamiyah di Pekanbaru, Riau. Bahwa saat ini para eks JI sudah kembali ke NKRI dan bisa bersama-sama membangun kemajuan Indonesia sesuai dengan harapan besar para pendiri bangsa.
“Kita ini harapannya bisa ikut mengelola agar rumah (Negara -red) dan segala isinya beres. Kita bisa masuk ke ruangan dari arah mana pun, bisa. Jadi ibarat negara ini sebagai medan perjuangan untuk menjadi yang lebih baik,” kata Mustaqim dalam paparannya di Hotel Cititel, Pekanbaru, Riau, Kamis (26/9) seperti dikutip Holopis.com.
Walaupun JI bubar, namun tidak serta merta membuat ukhuwah dan jamaah mereka bubar begitu saja. Melainkan ruang gerak mereka dijalankan untuk kemaslahatan bangsa dan negara. Tidak lagi melakukan tindakan terorisme yang kini disepakati sebagai langkah salah salam dakwah Islam.
“Yang penting sekarang kita ini, program taqiyyah yang kita punya sekarang harus kita lakukan lebih baik. Kita harus khoirunnas anfa’uhum linnas. Bukan hanya anfa’uhum lil muslimin, tapi anfa’uhum linnas. Tapi untuk bisa bermanfaat kan harus qowwi dan kuat,” ujarnya.
Terkait dengan status sosialnya yang banyak dianggap sebagai kelompok teroris, ekstremis dan pemberontak negara, Mustaqim mengajak semua eks Jamaah Islamiyah tidak perlu canggung. Justru ia mengajak mereka untuk bersemangat dan percaya diri bahwa mereka akan kembali diterima masyarakat dan bisa bersama-sama mengisi kemerdekaan Indonesia dengan keyakinan akidah dan pemikiran yang sudah terbuka.
“Kita jangan pesimis, kita jangan apriori. Kita ini harus optimis. Kita harus lakukan komunikasi yang baik,” tandasnya.
Jembatan komunikasi menjadi tolok ukur keberhasilan misi eks Jamaah Islamiyah agar bisa benar-benar membuktikan diri sudah taubat dan kembali ke pangkuan NKRI. Maka dari itu, jalur komunikasi baik dengan aparat yang merepresentasikan negara, maupun dengan masyarakat harus dijalankan dengan sebaik mungkin.
“Komunikasi dalam kehidupan itu saya ibaratkan peredaran darah, kalau ada yang mampet pasti ada yang nggak enak, ada sakit perut, sakit kepala dan sebagainya. Makanya kalau komunikasi itu lancar ya semuanya akan baik,” tuturnya.
Lebih lanjut, Ketua Yayasan Yasmin Surakarta sekaligus Mantan Ketua Forum Komunikasi Pondok Pesantren tersebut memberikan keyakinan kepada para eks Jamaah Islamiyah, bahwa langkah para pendiri dan amir mereka sudah benar. Bahwa sudah saatnya melakukan perbaikan jamaah menjadi yang lebih baik dengan memahami bahwa Negara bukan musuh Jamaah Islamiyah sehingga tidak perlu untuk ikut diperangi.
“Sebelum ada pembubaran ini, saya juga yanggong (berkunjung) ke kantor-kantor kecamatan, eh ternyata mereka murid-murid saya. Jadi ini pemerintah tidak seperti apa yang kita pikirkan sebelumnya,” tukasnya.
Untuk semakin meyakinkan perspektifnya, Mustaqim menjelaskan tentang konsep pemimpin dalam sebuah negara. Yakni pemimpin dalam konteks struktural seperti pemerintahan, serta pemimpin dalam konteks kultural.
Menurutnya, para asatidz Jamaah Islamiyah ini akan berperan sebagai pemimpin kultural, di mana mereka akan menjaga negara dalam spektrum sosial dan keagamaan.
“Pemimpin itu ada secara struktural dan kultural. Pemimpin secara struktural itu yang mengatur sistem dan sebagainya. Pemimpin yang kultural itu yang memberikan masukan dan pengaruh-pengaruh,” ucap Mustaqim.
“Saya yakin ini tidak hanya sekadar memenuhi administrasi. Tapi Insya Allah pejabat yang menjabat baru di kabupaten / kota, mereka datang ke mitra-mitra. Bahkan ada Kapolres yang mau menjabat saja datang ke kita, ini yang menurut saya sebuah kerja sama yang sangat bagus dan tentu kita harus menyambut, ya,” sambungnya.