HOLOPIS.COM, JAKARTA – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) RI melalui Badan Badan Kebijakan Transportasi (BKT) mengungkapkan hasil kajian terkait rencana penurunan tiket pesawat. Kajian ini dilakukan antara Kemenhub RI bersama dengan lintas pemangku kepentingan, seperti Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub RI dan stakeholders terkait.

Dalam keterangan resminya, Kepala BKT Kemenhub Robby Kurniawan menyampaikan, hasil dari kajian dan diskusi mendalam yang dilakukan yakni munculnya rekomendasi kebijakan jangka pendek dan jangka panjang yang harus diambil untuk menurunkan harga tiket pesawat.

“Kajian ini menghasilkan rekomendasi dan usulan langkah yang perlu diambil, baik secara jangka pendek maupun menengah, guna menurunkan harga tiket pesawat angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri kelas ekonomi,” ungkapnya, seperti dikutip Holopis.com, Sabtu (3/8).

Adapun secara lebih mendalam sambung Robby, dibahas pula terkait apa saja kemungkinan komponen yang dapat dikendalikan oleh pemerintah. Demikian juga untuk jangka menengah hingga panjang adalah diharapkan bisa melakukan peninjauan kembali terhadap Tarif Batas Bawah (TBB) dan Tarif Batas Atas (TBA).

“Kebijakan ini harus diambil secara lintas sektoral, tidak hanya oleh Kementerian Perhubungan sendiri,” sebutnya.

Untuk jangka pendek sendiri, Robby merinci langkah-langkah yang bisa dilakukan. Sebagai langkah pertama bisa dengan memberi insentif fiskal terhadap biaya avtur, suku cadang pesawat udara, serta subsidi dari penyedia jasa bandar udara terhadap biaya pelayanan jasa pendaratan, penempatan dan penyimpanan pesawat udara (PJP4U).

Kemudian, ground handling throughput fee, subsidi/insentif terhadap biaya operasi langsung, seperti pajak biaya bahan bakar minyak dan pajak biaya suku cadang dalam rangka biaya overhaul atau pemeliharaan.

Kedua, mengusulkan penghapusan pajak tiket untuk pesawat udara sehingga tercipta equal treatment (kesetaraan perlakuan) dengan moda transportasi lainnya yang telah dihapuskan pajaknya, berdasarkan PMK Nomor 80/PMK.03/2012.

Ketiga, menghilangkan konstanta dalam formula perhitungan avtur, hal itu berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 2019 tentang Formula Harga Dasar dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Avtur yang Disalurkan Melalui Depot Pengisian Pesawat Udara.

Keempat, melaksanakan usulan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk mengajukan sistem multi provider (tidak monopoli) untuk supply avtur.

Terkait dengan hal itu, Kemenhub telah menulis surat kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi berisi saran dan pertimbangan tentang multi provider BBM penerbangan.

“Hal ini ditujukan untuk mencegah praktik monopoli, serta mendorong implementasi multi provider BBM penerbangan di bandar udara, sehingga diharapkan tercipta harga avtur yang kompetitif,” kata Robby.

Adapun untuk jangka menengah hingga jangka panjang, menurut dia dapat dilakukan dengan meninjau kembali formulasi TBA yang berlaku saat ini.

Menurutnya, hal itu karena adanya perubahan kondisi pasar yang perlu diakomodir dengan baik, khususnya komponen biaya operasi langsung maupun tidak langsung, yang berdampak pada keselamatan penerbangan dan keberlanjutan layanan transportasi udara.

Selain itu upaya jangka panjang lanjut Robby ialah bersama pemangku kepentingan bidang sumber daya energi, perlu mendorong pemerataan harga avtur di seluruh bandara Indonesia, yang salah satunya dengan cara membangun kilang secara tersebar.

“Dengan pemerataan ini diharapkan sektor aviasi di Indonesia menjadi lebih baik dan berdampak positif bagi semua sektor,” katanya.

Sebagaimana informasi, saat ini harga tiket yang dibayarkan masyarakat terdiri dari komponen tarif jarak, pajak, iuran wajib asuransi, dan biaya tuslah/tambahan (surcharge).