HOLOPIS.COM, JAKARTA – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat menindaklanjuti setiap fakta yang terungkap dalam persidangan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Pun termasuk fakta dugaan keterlibatan Anggota IV BPK Haerul Saleh terkait opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk laporan keuangan Kementerian Pertanian.

“Semua fakta persidangan yang dapat menguatkan unsur perkara pidana yang sedang diusut, dapat didalami oleh Penyidik,” ucap Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto kepada wartawan, seperti dikutip Holopis.com, Jumat (28/6). 

Dalam menindaklanjuti dugaan tersebut, lembaga antikorupsi membuka peluang melakukan pengembangan. Apalagi sejauh ini sudah ada beberapa keterangan saksi dan bukti temuan awal adanya dugaan praktik suap terkait pengkondisian opini WTP laporan keuangan Kementan. 

Nama anggota IV BPK Haerul Saleh dan anak buahnya selaku auditor BPK, Victor sebelumnya sempat disebut dalam persidangan perkara dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi di Kementan dengan terdakwa SYL Dkk. 

Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian (Kementan) nonaktif Kasdi Subagyono saat bersaksi pada Rabu (19/6) lalu mengungkap pembahasan temuan laporan keuangan terkait opini WTP antara SYL dan Haerul Saleh. 

Haerul Saleh disebut meminta Kementan untuk mengantisipasi terkait WTP tersebut. Lalu, Kasdi  mengoordinasikan terkait hal tersbut dengan para pejabat eselon I.

“Pada saat posisi itu yang saya pahami memang ada beberapa yang sudah terjadi pertemuan antara Dirjen PSP [Prasarana dan Sarana Pertanian] dengan satu orang auditor, stafnya di BPK, Pak Victor namanya, kalau saya tidak salah, itu sudah bertemu. Pada saat itu, dari situlah saya dapat info dari Dirjen PSP ada permintaan uang sejumlah Rp 10 miliar. Awalnya Rp 10 miliar, kemudian tambah menjadi Rp 12 miliar,” jelas Kasdi.

Sekretaris Direktorat Jenderal PSP Kementan Hermanto pada persidangan pada 8 Mei lalu mengungkap auditor BPK Victor pernah meminta uang sebesar Rp 12 miliar agar kementerian tersebut mendapat predikat WTP pada 2022. Dari permintaan itu, Kementan hanya memenuhi Rp 5 miliar. 

Dalam kesaksiannya, Hermanto mengaku mengenal auditor bernama Victor. Itu diungkapkan Hermanto setelah sebelumnya dikonfirmasi Jaksa apakah nama auditor BPK yang melakukan pemeriksaan itu ialah Victor dan Haerul Saleh. 

“Sebelum kejadian WTP itu, saksi ada kenal Haerul Saleh, ada Victor ya. Siapa orang-orang itu, siapa itu?” cecar jaksa.

“Kenal. Kalau Pak Victor itu auditor yang memeriksa kita (Kementan),” jawab Hermanto.

“Itu semua Kementan atau hanya Ditjen PSP?” tanya jaksa.

“Semua Kementan,” jawab Hermanto.

“Kalau Haerul Saleh ini?” tanya jaksa.

“Ketua AKN IV (Auditorat Utama Keuangan Negara IV),” jawab Hermanto.

“Anggota BPK AKN IV, berarti atasannya si Victor?” tanya jaksa.

“Iya, pimpinan,” jawab Hermanto.

Hermanto tak membantah permintaan dan pemberian uang itu agar Kementan tetap mendapatkan WTP kendati adanya temuan-temuan soal Food Estate. Hermanto mengaku tak tahu mekanisme penyerahan uang itu. Hermanto mengatakan uang itu diperoleh mantan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan, Hatta dengan meminjam ke vendor di Kementan. 

Lalu Jaksa menanyakan apakah penyerahan uang ke auditor BPK sudah pernah dilakukan di Kementan sebelum permintaan Rp 12 miliar itu. Menurut Hermanto, auditor BPK Viktor menyampaikan kepadanya jika penyerahan uang agar WTP sudah pernah dilakukan sebelumnya di Kementan.

“Nah, ada juga disebut tidak, tahun-tahun sebelumnya juga sama ‘bermain’?” cecar jaksa.

“Saya nggak mendengar itu,” kata Hermanto.

“Kalau saksi lupa saya akan bacakan BAP,” kata Jaksa menimpali. 

“Pernah ada katanya,” ungkap Hermanto.

“Kalimat seperti itu?” tanya jaksa.

“Iya,” jawab Hermanto.

“Tahun-tahun sebelum-sebelumnya juga ‘main’?,” tanya jaksa.

“Sebelum-sebelumnya juga seperti itu kok, katanya,” jawab Hermanto.

Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Senin (13/5), SYL mengklaim tidak pernah mendengar permintaan uang terkait WTP tersebut. “Saya tidak pernah dengar ada bayar-bayar WTP. Saya enggak dengar itu,” ujar SYL. 

SYL sebelumnya didakwa melakukan pemerasan dan menerima gratifikasi dengan total Rp 44,5 miliar dalam kasus dugaan korupsi di Kementan dalam rentang waktu 2020 hingga 2023. Pemerasan dilakukan bersama Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021–2023 Kasdi Subagyono serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Tahun 2023 Muhammad Hatta. Keduanya merupakan koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya.