Holopis.com HOLOPIS.COM, JAKARTA – Praktik korupsi timah yang merugikan negara Rp 300 triliun diduga kuat telah kendalikan aktor intelektual.

Dugaan adanya aktor intelektual dapat dilihat dari kaki tangan mereka bersama Direksi PT. Timah bekerjasama akomodir bijih timah ilegal.

Dimana para pelaku memanfaatkan dalih praktik kerja sama itu seolah-olah kesepakatan sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah di wilayah IUP PT Timah Tbk dan menyepakati harga.

Semua diketahui saat Kapuspenkum Harli Siregar mengungkapkan kasus posisi atas 10 tersangka yang dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Kejari Jakarta Selatan, Kamis (13/6).

Harli Siregar menyebutkan hal itu dimulai persekongkolan tersangka SG (Suwito Gunawan, Red) selaku Komisaris PT. Stanindo Inti Perkasa (SIP) dibantu MBG alis MB. Gunawan (Komisaris PT. Stanindo Inti Perkasa) saat menambang dan mengumpulkan bijih timah dari IUP PT. Timah dengan melawan hukum.

Persekongkolan ini kemudian berlanjut ketika Suparta (Dirut PT. Refined Bangka Tin) bersama anaknya buahnya Reza Andriansyah (Direktur Refined Bangka Tin) pada kurun waktu 2018-2019 menginisiasi pertemuan dengan Dirut Timah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan Direktur Keuangan Timah Emil Ermindra.

“Pertemuan tersebut untuk melakukan permufakatan jahat dengan mengakomodir penambangan timah illegal di wilayah IUP PT Timah Tbk dibungkus seolah-olah kesepakatan kerja sama sewa- menyewa peralatan processing peleburan timah di wilayah IUP PT Timah Tbk dan menyepakati harga,” papar Harli dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com.

Disebut terorganisir, karena perkara yang terjadi pada kurun waktu 2015 -2022 juga mengamankan pihak lain (Smelter) di luar mereka. Istilahnya, kerjasama terorganisir itu dilakukan mulai dari hulu hingga ke hilir.

Kesepakatan itu, lanjut Harli ditindaklanjuti oleh para smelter yang diwakili oleh Suwito Gunawan dan MB. Gunawan masing-masing sebagai Komisaris PT. Stanindo Inti Perkara dan (SIP) dan Dirut PT. SIP.

Lalu, Hasan Tjhie selaku dan Buyung alias Kwang Yung selaku Komisaris CV. Venus Inti Perkasa (VIP), Roslina selaku General Manager PT. Tinindo Inter Nusa (TIN). Persekongkolan yang terorganisir ini berlanjut dalam upaya menyamarkan uang hasil kejahatan.

“SG (Suwito Gunawan), SP (Suparta) dan Roslina mengirimkan dana hasil bisnis itu ke HM (Harvey Moeis) melalui PT QSE milik Tersangka HLN (Helana Lim) dengan dalih dana Corporate Social Responsibility (CSR) dan dengan melakukan pembelian beberapa aset mengatasnamakan orang lain,” beber Harli.

Namun, sampai saat ini juga diketahui nama Robert Bono alias Robert Prihantono Bonosusatya masih berstatus saksi. Padahal, dia sudah dua kali diperiksa pada Senin (1/4) dan Rabu (3/4) meski sampai saat ini tidak ada pengajuan status dicegah ke luar negeri.

Nama Robert Bono ini mencuat ketika Artha Graha Network (AGN) menjual sahamnya pada 2016 dan dibeli pengusaha Babel. AGN sudah turun di bisnis timah sejak 2007.

Harli kemudian menjelaskan bahwa berkas perkara 10 tersangka yang diserahkan ke Penuntut Umum segera dilimpahkan ke pengadilan setelah surat dakwaan selesai disusun.

Berkas perkara 10 tersangka tersebut, atas nama MRPT (Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku Dirut PT. Timah Tbk periode 2016-2021), EE (Emil Ermindra selaku Direktur Keuangan PT Timah.Tbk periode 2017 -2018.

Berikutnya, HT (Hasan Tjhie) selaku Dirut CV. VIP, MBG (MB. Gunawan) selaku Dirut PT. SIP dan SG (Suwito Gunawan) selaku Komisaris PT. SIP.

Lainnya, RI (Robert Indarto) selaku Dirut PT. SBS (Sariwiguna Bina Sentoso), BY (Buyung) alias Kwang Yung selaku Eks. Komisaris CV VIP, RL (Rosalina) selaku GM PT. TIN.

Terakhir, SP (Suparta) selaku Dirut PT. RBT dan RA (Reza Andriansyah) selaku Direktur Pengembangan Usaha RBT.

Para tersangka dijerat Pasal 2, Pasal 3 Jo. Pasal 18 UU Tipikot dengan ancaman pidana seumur hidup atau paling lama 20 tahun penjara.