HOLOPIS.COM, JAKARTA – KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menetapkan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali (AMA) alias Gus Muhdlor sebagai tersangka kasus dugaan pemotongan insentif ASN di lingkungan Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo. Lembaga antikorupsi menjerat Muhdlor dengan pasal pemerasan.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan, pihaknya menjerat Ahmad Muhdlor Ali dengan Pasal 12 huruf f Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Pasal tersebut berbunyi : Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang.
“Tersangka AMA (Ahmad Muhdlor Ali) disangkakan melanggar Pasal 12 huruf f Undang-undang Pembetantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP,” ucap Johanis Tannak dalam jumpa pers di Kantornya, Jakarta, seperti dikutip Holopis.com, Selasa (7/5).
Dalam konstruksi perkara, dijelaskan Johanis, Muhdlor selaku Bupati Sidoarjo memiliki kewenangan di antaranya mengatur penghargaan atas kinerja tertentu dalam melaksanakan pemungutan pajak dan retribusi di lingkungan pemerintahan. Dalam perjalanannya, dibuat aturan dalam bentuk keputusan bupati yang ditandatangani Gus Muhdlor untuk empat triwulan dalam tahun anggaran 2023 yang dijadikan sebagai dasar pencairan dana insentif pajak daerah bagi pegawai di lingkungan Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo.
Berbekal aturan itu, Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono lalu memerintahkan dan menugaskan Siska Wati selaku Kasubag Umum BPPD Sidoarjo untuk menghitung besaran dana insentif yang diterima para pegawai BPPD sekaligus besaran potongan dari dana insentif tersebut. KPK menduga potongan tersebut diperuntukkan untuk kebutuhan Ari dan lebih dominan peruntukan uangnya bagi Gus Muhdlor.
“Besaran potongan yaitu 10 persen hingga 30 persen sesuai dengan besaran insentif yang diterima,” ungkap Johanis.
Ari dan Siska Wati sudah lebih dulu diproses hukum KPK. Siska pada tahun 2023 mampu mengumpulkan potongan dan penerimaan dana insentif dari para ASN sejumlah sekitar Rp 2,7 miliar.
Agar terkesan tertutup, Ari memerintahkan Siska Wati supaya teknis penyerahan uangnya dilakukan secara tunai, dikoordinasi oleh setiap bendahara yang telah ditunjuk dan berada di tiga bidang pajak daerah dan bagian sekretariat. Dikatakan Johanis, Ari aktif melakukan koordinasi dan komunikasi mengenai distribusi pemberian potongan dana insentif pada bupati melalui perantaraan beberapa orang kepercayaan.
Terkait proses penerimaan uang oleh Gus Muhdlor, Adapun penyerahannya uang dilakukan langsung Siska Wati sebagaimana perintah Ari dalam bentuk tunai. Diduga di antaranya diserahkan ke sopir Gus Muhdlor.
“Setiap kali selesai penyerahan uang, SW (Siska Wati) selalu melaporkannya pada AS,” tutur Johanis.
Untuk kepentingan kebutuhan penyidikan, Muhdlor langsung ditahan selama 20 hari terhitung mulai 7 Mei 2024 hingga 26 Mei 2024 di Rutan Cabang KPK. Muhdlor ditahan usai menajalani pemeriksaan sebagai tersangka pada hari ini.
“Tentunya, Rp 2,7 miliar menjadi bukti awal untuk terus didalami Tim Penyidik,” tandas Johanis.