HOLOPIS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Federasi Serikat Buruh Perjuangan Indonesia (FSBPI), Jumisih menegaskan bahwa aman, sehat, dan selamat dalam bekerja adalah hak dasar seluruh buruh, termasuk di Indonesia. Sehingga hak tersebut harus benar-benar bisa dipatuhi, dipenuhi dan diperbaiki kekurangannya oleh para pemangku kebijakan dan pemberi kerja atau pengusaha.

Hal ini disampaikan Jumisih dalam rangka aksi damai International Workers Memorial Day (IWMD) yang diselenggarakan di bilangan Monas, Gambir, Jakarta Pusat, Sabtu (27/4).

“Berikan jaminan keamanan, kesehatan, dan keselamatan kerja bagi pekerja formal atau non formal, pekerja industri maupun non industri,” kata Jumisih dalam siaran persnya yang diterima Holopis.com.

Ia memberikan banyak sekali catatan di dalam aksinya tersebut. Salah satunya adalah memorial tentang catatan pada tahun 2023 lalu, di mana menurut Jumisih, ada angka kasus kecelakaan kerja di Indonesia yang menurut catatan dari BPJS Ketenagakerjaan, tercatat sebanyak 370.747 kasus. Sekitar 93,83% di antaranya adalah kasus peserta penerima upah, 5,37% kasus peserta bukan penerima upah, dan 0,80% kasus peserta jasa konstruksi.

Sementara data kecelakaan kerja di DKI Jakarta mencapai angka 23.399 kasus. Data ini merupakan data resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui BPJS Ketenagakerjaan sebagai pihak yang mengelola laporan berdasarkan banyaknya kasus kecelakaan kerja yang dihitung berdasarkan klaim yang diterima dan dibayarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan.

Kemudian diterangkan oleh Jumisih, bahwa menurut data yang dilansir oleh Kementerian Ketenagakerjaan, jumlah buruh di Indonesia yang bekerja pada 2023 adalah 140 juta. Jumlah ini meningkat sekitar 8,8 juta orang atau sekitar 6,71 persen pada periode 2021 – 2023.

Sedangkan, jumlah buruh yang terdaftar sebagai peserta BPJS hingga September 2023, sebanyak 59,68 juta orang terdiri dari sekitar 67,43 persen peserta aktif dan sekitar 32,57 persen peserta non aktif.

“Artinya, ada sekitar 80,32 juta orang buruh di Indonesia yang belum terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan pada 2023, sehingga jika pun terdapat kecelakaan kerja berpotensi tidak terdata dan tidak mendapat perawatan sebagaimana yang dibutuhkan,” papar Jumisih.

Lantas, ia pun melanjutkan bahwa para korban kecelakaan kerja tersebut, ternyata mereka adalah para buruh konstruksi, buruh perikanan, buruh tambang, buruh farmasi, buruh percetakan, buruh rumah tangga, buruh garmen tekstil, buruh makanan minuman, buruh ritel, buruh jurnalis, buruh perkebunan, buruh transportasi atau ojol, dan lain-lain.

Tidak terdaftarnya pekerja sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan juga berkaitan dengan makin masifnya informalisasi tenaga kerja, terlebih setelah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja disahkan oleh Pemerintah.

“Banyak tenaga kerja formal beralih status menjadi pekerja informal dan minim perlindungan sosial. Kalau terjadi kecelakaan atau penyakit akibat kerja, maka tidak ter-cover perlindungannya sesuai kebutuhan korban,” jelasnya.