Holopis.com HOLOPIS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Umum DPP Partai Garuda, Teddy Gusnaidi memberikan penekanan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menyelesaikan sengketa Pemilu hanya berkutat pada persoalan hasil.

Hal ini termaktub di dalam UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang kemudian diubah menjadi UU Nomor 7 Tahun 2020.

Di mana di dalam Pasal 74 ayat (2), ditetapkan bahwa permohonan sengketa Pemilu hanya dapat diajukan terhadap penetapan hasil pemilihan umum yang dilakukan secara nasional oleh KPU.

Kemudian di Pasal 75, dijelaskan juga secara implisit bahwa dalam permohonan yang diajukan, para pemohon wajib menguraikan dengan jelas tentang kesalahan hasil perhitungan yang diumumkan oleh KPU.

“Terkait permohonan ke MK, berdasarkan UU MK Pasal 75, pemohon dalam hal ini Ganjar dan Anies, wajib menguraikan dengan jelas tentang kesalahan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh KPU dan hasil penghitungan yang benar menurut pemohon,” kata Teddy dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Jumat (19/4).

Dengan demikian, Teddy menyebut bahwa para pemohon yakni tim Anies-Imin maupun Ganjar-Mahfud wajib menerangkan secara detail dan jelas tempat penghitungan suara yang dinilai salah, serta berapa angka yang benar menurut para pemohon.

“Berdasarkan penjelasan Pasal 75, pemohon dalam hal ini Ganjar dan Anies wajib menunjukkan dengan jelas tempat penghitungan suara dan kesalahan dalam penjumlahan penghitungan suara,” jelasnya.

Sehingga dengan demikian, maka sudah sepatutnya para pemohon baik pemohon I maupun pemohon II wajib menjelaskan dengan detail kesalahan apa yang dilakukan di dalam perhitungan suara versi KPU melalui sidang pleno penetapan hasil perhitungan suara nasional, serta membandingkannya dengan data perolehan suara yang benar menurut para pemohon tersebut.

“Jadi jelas ya apa yang harus disiapkan oleh Ganjar dan Anies sebagai Pemohon, yang pasti yang disiapkan bukan halusinasi, apalagi surat cinta Megawati (amicus curiae -red),” tegasnya.

Berikut adalah bunyi Bagian Kesebelas Perselisihan Hasil Pemilihan Umum berdasarkan UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK ;

Bagian Kesebelas
Perselisihan Hasil Pemilihan Umum

Pasal 74
(1) Pemohon adalah:
a. perorangan warga negara Indonesia calon anggota Dewan Perwakilan Daerah peserta pemilihan umum;
b. pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden peserta pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden; dan
c. partai politik peserta pemilihan umum.

(2) Permohonan hanya dapat diajukan terhadap penetapan hasil pemilihan umum yang dilakukan secara nasional oleh Komisi Pemilihan Umum yang mempengaruhi:
a. terpilihnya calon anggota Dewan Perwakilan Daerah;
b. penentuan pasangan calon yang masuk pada putaran kedua pemilihan Presiden danWakilPresiden serta terpilihnya pasangancalon Presiden dan Wakil Presiden;
c. perolehan kursi partai politik peserta pemilihan umum di suatu daerah pemilihan.

(3) Permohonan hanya dapat diajukan dalam jangka waktu paling lambat 3 X 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak Komisi Pemilihan Umum mengumumkan penetapan hasil pemilihan umum secara nasional.

Pasal 75
Dalam permohonan yang diajukan, pemohon wajib menguraikan dengan jelas tentang:
a. kesalahan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum dan hasil penghitungan yang benar menurut pemohon; dan
b. permintaan untuk membatalkan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum dan menetapkan hasil penghitungan suara yang benar menurut pemohon.