Jangan sampai, apa yang menjadi kebiasaan yang bukan tradisi dan budaya wajib mengganggu kenyamanan dan ketenangan orang lain. Sebaiknya, hal-hal yang berkaitan dengan kamtibmas harus dibicarakan dan menjadi kesepakatan yang saling mengakomodir, sehingga antar masyarakat tidak tercipta egositik.
“Kita harus berlaku adil kepada orang lain. Tidak semua orang memiliki kewajiban berpuasa. Boleh jadi ada saudara kita yang tidak berpuasa karena berbeda agama, ada yang sedang sakit, ada bayi, anak-anak atau ada orang yang perlu istirahat karena seharian bekerja dan masih banyak yang orang memiliki kebutuhan lain sehingga membutuhkan suasana yang tenang untuk istirahat pada malam hari,” paparnya.
“Tidak boleh atas nama tradisi tapi dalam praktiknya dapat menimbulkan perselisihan di masyarakat bahkan mengganggu ketentraman dan ketertiban masyarakat. Agama melarang setiap hal yang dapat menimbulkan mudharat, menderitakan dan merugikan orang lain,” sambungnya.
Terakhir, Zainut Tauhid Sa’adi juga mengajak para tokoh masyarakat dan tokoh agama agar bisa memberikan pemahaman yang baik kepada masyarakat di lingkungannya, agar hal-hal buruk, seperti konflik praktik membangunkan sahur dengan nuansa keributan dan kegaduhan tidak terjadi lagi.
“Untuk hal itu, kami mengimbau kepada tokoh agama, ustadz, kyai untuk memberikan edukasi kepada masyarakat untuk meninggalkan cara membangunkan sahur seperti itu. Lebih baik diganti dengan kegiatan yang lebih maslahat dan tidak merugikan masyarakat,” pungkasnya.