HOLOPIS.COM, JAKARTA – Desakan agar MK (Mahkamah Konstitusi) untuk mendiskualifikasi Gibran Rakabuming Raka dalam Pilpres 2024 adalah bentuk ketidakdewasaan dua kubu capres-cawapres, yakni 01 Anies-Imin dan 03 Ganjar-Mahfud.
Apalagi desakan diskualifikasi tersebut dilayangkan pasca hasil Pilpres 2024 diumumkan oleh KPU pada hari Rabu (20/3) lalu, yang ternyata menunjukkan bahwa paslon 02 Prabowo – Gibran mendapatkan suara paling unggul.
“Saya kira ini menunjukkan ketidakdewasaan dari timnas AMIN dan TPN Ganjar Mahfud ya, sebab ini pertandingan sudah selesai, hasil sudah keluar, dan ternyata mereka kalah,” kata Habib Syakur Ali Mahdi Al Hamid kepada Holopis.com, Senin (25/3).
Inisiator Gerakan Nurani Kebangsaan (GNK) tersebut menilai bahwa gugatan Timnas AMIN yang meminta agar Gibran didiskualifikasi dalam proses pemungutan suara dan meminta agar Pemilu 2024 diulang adalah wujud bahwa mereka tidak siap bertanding dan tidak siap juga menerima hasilnya.
“Kalau memang desakan itu murni karena kesiapan pemilu, seharusnya mereka tak usah ikut bertanding, atau menentang pertandingan karena dinilai tidak sesuai. Tapi faktanya mereka masih tetap lanjut berkompetisi, pas kalah malah tantrum, kan lucu,” ujarnya.
Begitu juga dengan TPN Ganjar Mahfud, yang juga menggugat pemilu diulang lagi tanpa keterlibatan Gibran. Menurut Habib Syakur, tim paslon Ganjar Mahfud jauh lebih aneh lagi. Apalagi dengan perolehan suara yang tidak sampai tembus 19 persen.
“Suara mereka paling kecil, artinya masyarakat memang tak sudi Ganjar Mahfud menang. Jangankan ungguli Prabowo Gibran, langkahi suara Anies-Imin saja mereka tidak mampu. Artinya mereka juga tidak fair bertanding,” tandanya.
Bagaimana dengan persoalan tudingan kecurangan, Habib Syakur berpendapat bahwa persoalan kecurangan bisa jadi dilakukan oleh dua paslon itu, yakni Ganjar-Mahfud maupun Anies-Imin.
Sebab kata dia, banyak sekali video dan praktik kecurangan yang terjadi dan memberikan keuntungan bagi mereka dalam perolehan suara.
“Jangan maling teriak maling lah. Yang ironi kan kalau sudah curang, tapi kalah. Bagaimana kalau dalam gugatan di MK, kecurangan mereka juga diungkap, kan biar fair kalau begitu. Masalahnya, mereka berani ?,” tukasnya.
Lebih lanjut, analis politik dan kebangsaan ini menyarankan agar para peserta pemilu bisa bijak dalam menyikapi hasil kompetisi politik elektoral itu. Siapa yang kalah, maka harus legowo dan melakukan evaluasi diri.
“Sekarang ini saya kira semua harus menatap masa depan Indonesia lebih baik. Gotong royong, holopis kuntul baris kalau kata Bung Karno. Yang kalah tak perlu tantrum, yang menang berusaha mewujudkan janji politiknya demi masa depan Indonesia yang lebih baik,” pungkasnya.
Sekadar diketahui Sobat Holopis, bahwa saat ini dua kubu peserta pemilu sedang melayangkan gugatan pemilu 2024 di MK.
Tim Hukum dari Timnas AMIN yang dipimpin oleh Ari Yusuf Amir telah resmi mendaftarkan gugatan hasil pemilu 2024 ke MK. Dalam pendaftaran itu, ia didampingi oleh para elite di Timnas, termasuk ketua Timnas AMIN Muhammad Syaugi Alaydrus, hingga Thomas Lembong. Mereka tiba di MK pada hari Kamis 21 Maret 2024 atau sehari pasca KPU mengumumkan hasil rekapitulasi suara nasional untuk Pemilu 2024, baik pileg maupun pilpres.
Sementara itu, TPN Ganjar Mahfud yang dipimpin oleh Todung Mulya Lubis juga menyampaikan gugatan ke MK. Mereka tiba di gedung Mahkamah Konstitusi pada hari Sabtu, 23 Maret 2024. Dalam pendaftaran gugatan PHPU tersebut, Todung didampingi oleh sejumlah advokat, antara lain ; Mulya Lubis, Henry Yosodiningrat, Maqdir Ismail, Ronny Talapessy, Finsensius Mendrofa, dan Servasius Serbaya Manek.