HOLOPIS.COM, JAKARTA – Ratusan aktivis tergabung dalam Aliansi Corong Rakyat berunjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR RI, Tanah Abang Jakarta Pusat. Dalam aksi tersebut, mereka menyatakan desakan kepada DPR RI untuk lebih menegakkan konstitusi, karena mereka menolak wacana hak angket Pemilu 2024 yang dinilai tidak relevan dengan penanganan persoalan.

Hal ini seperti disampaikan oleh koordinator Aliansi Corong Rakyat, Nur Kerley. Dalam orasinya, ia menilai bahwa hak angket adalah upaya para partai yang tidak siap kalah saja dalam pemilu sehingga menggulirkan hak angket secara politis. Padahal, persoalan sengketa pemilu karena ketidakpuasan hasil atau adanya dugaan kecurangan, bukan diselesaikan dengan angket, melainkan gugatan di MK (Mahkamah Konstitusi).

“Hak angket kecurangan Pemilu 2024 itu Inkonstitusional karena pemilu bukan menjadi objek yang dapat dilakukan angket oleh DPR,” kata Nur Kelrey dalam orasinya di atas mobil komando seperti dikutip Holopis.com, Jumat (8/3).

Dikatakannya, bahwa UUD 1945 telah jelas memberikan pengaturan khusus terhadap perselisihan hasil pemilu yang harus diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi (MK), yakni sesuai dengan Pasal 475 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu telah diterangkan, bahwa penyelesaian sengketa pemilu dilakukan melalui peradilan khusus, yakni MK.

Bunyi Pasal 475 UU Pemilu

(1) Dalam hal terjadi perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, Pasangan Calon dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Konstitusi dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari setelah penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden oleh KPU.

(2) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya terhadap hasil penghitungan suara yang memengaruhi penentuan terpilihnya Pasangan Calon atau penentuan untuk dipilih kembali pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

Kemudian di dalam Pasal 79 ayat (3) UU RI Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 (MPR, DPR, DPD dan DPRD), di mana dengan jelas telah menyatakan bahwa Hak Angket dimaksudkan untuk mengawasi lembaga eksekutif, yang mencakup presiden, wakil presiden, menteri negara, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, dan pimpinan lembaga pemerintah non-kementerian.

“Artinya, bahwa Pemilu bukan menjadi objek yang dapat dilakukan angket oleh DPR,” terangnya.

Lebih lanjut menurut Nur Kelrey, bahwa pada saat ini isu hak angket justru dijadikan ajang peradilan politik untuk unjuk kekuatan yang berpotensi menimbulkan perpecahan bangsa. Hal tersebut dinilainya justru akan sangat berbahaya bagi demokrasi Indonesia dalam jangka panjang.

“Isu hak angket akan menimbulkan kegaduhan politik dan perpecahan di masyarakat,” tandas Nur Kelrey.

Selain itu, pihaknya juga meminta agar seluruh elit politik menghentikan isu hak angket karena terindikasi telah ditunggangi oleh kepentingan untuk memakzulkan kepala negara serta memperlambat proses penyelenggaraan pemilu.

“Wacana penggunaan hak angket DPR diduga memiliki agenda terselubung yakni untuk memakzulkan Presiden Jokowi,” ujarnya.

Lantas, Nur Kelrey juga menambahkan bahwa jika hak angket digunakan untuk kepentingan politik, hal ini dapat memperlambat proses penyelenggaraan pemilu. Bahkan persoalan sengketa pilpres akan sulit diselesaikan karena tidak diselesaikan melalui jalur yang resmi dan konstitusional.

“Penggunaan hak angket dapat membuat perselisihan hasil pilpres berlarut-larut tanpa kejelasan kapan akan berakhir,” pungkasnya.

Di sela-sela aksinya, para demonstran juga membawa beberapa alat peraga berupa spanduk dan poster yang bertuliskan ‘Hak Angket Pemilu 2024 itu Inkonstitusional, Kami menolak isu hak angket karena menimbulkan kegaduhan dan perpecahan dan isu hak angket ditunggangi kepentingan pemakzulan Presiden dan memperlambat proses Pemilu 2024’.

Aksi terpantau berjalan cukup baik, sekalipun Polisi harus memberikan barrier di depan massa karena ada massa tandingan sejumlah kalangan yang mendukung hak angket dan pemakzulan Presiden Joko Widodo dari kelompok pendukung Anies Rasyid Baswedan – Abdul Muhaimin Iskandar dalam Pilpres 2024.